Seiring dengan berkembangnya produk dan hasil karya manusia dari sektor teknologi, maka akan tercipta kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan manusia. Budaya digital sejatinya merupakan hasil olah pikir, kreasi, dan cipta karya manusia berbasis teknologi internet. Perkembangan budaya digital sangat ditentukan oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal tersebut dikatakan oleh etnomusikolog dan pemerhati industri musik digital, Mada Soentoro, dalam webinar literasi digital dengan tema ”Kecanduan Internet: Ubah Konsumtif Menjadi Produktif” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (1/9/2021).
Mada mengungkapkan, saat ini segala aspek kehidupan manusia sangat berkaitan erat dengan digital dan internet. ”Hampir seluruh lini kehidupan manusia sudah berkaitan, bahkan bergantung, dengan penggunaan internet maupun digital,” ujarnya.
Menurut Mada, dalam penggunaannya pun memiliki risiko kecanduan. Yakni, akibat dari suatu hal yang digunakan atau dikonsumsi secara berlebihan, sehingga mengakibatkan ketergantungan. ”Ihwal segala hal yang berlebihan adalah tidak baik, maka mengatur ulang porsi kebutuhan kita adalah pilihan yang baik dan bijaksana,” katanya.
Mada mengatakan, pemanfaatan dunia digital sebagai ruang kreatif yang berakar dari nilai-nilai kebudayaan, harus mulai digali secara substansial dan mendalam. Sebab, instrumen kebudayaan bukan sekadar motif dan tempelan semata.
Jika belajar dari bagaimana kebudayaan bangsa Indonesia sebagai dasar kebhinekaan, lanjut Mada, maka akan banyak sekali yang ditemui bahwa bangsa ini adalah bangsa yang besar dengan kebiasaan menciptakan, membuat, memproduksi, dan berkarya.
Mulai dari ragam kesenian, teknologi mutakhir, fesyen, kuliner, alat hidup, pengobatan, dan sistem sosial yang kompleks, dinamis dan tetap arif. ”Menjadi kreatif dan produktif harus dimulai dari diri sendiri. Manfaatkan segala tools sosial, fitur digital, dan kemampuan dalam memahami,” urai Mada di depan 140-an partisipan webinar.
Narasumber lainnya, social media communication PT Cipta Manusia Indonesia, Annisa Choiriya Muftada mengatakan, kecanduan gadget didefinisikan sebagai perilaku keterikatan terhadap smartphone yang disertai dengan kurangnya kontrol dan memiliki dampak negatif bagi individu.
Beberapa cirinya, yakni tidak dapat mengontrol penggunaan smartphone sesuai situasi, mengalami perasaan cemas dan kehilangan bila tidak menggunakan smartphone. Kemudian, menjadikan smartphone sebagai pelarian dari situasi yang tidak nyaman, misalnya seperti kesepian.
Lalu, karena terlalu sering menggunakan smartphone, individu menjadi kehilangan waktu untuk menjadi produktif. Adapun dampak dari kecanduan gadget, meliputi mata lelah, mata kering, penghilatan terganggu, gangguan tidur, hingga sakit pada bagian tubuh tertentu. ”Sedangkan dampak psikologinya: mudah marah dan panik, merasa kesepian, dan bisa sulit konsentrasi,” tutur Annisa.
Untuk itu, penggunaan gadget harus diarahkan untuk bisa kreatif, yakni kemampuan menghasilkan sesuatu (produk) yang baru, memodifikasi sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang baru maupun produktif. ”Produktif bisa memberikan hasil, manfaat, dan sebagainya,” cetusnya.
Pengguna gadget untuk bisa kreatif dan produktif pun harus bisa melihat peluang. Menurutnya, ada beberapa profesi yang bisa menjadi pilihan, seperti kreator konten, digital marketing, social media specialist, maupun freelancer yang meliputi videographer, photographer, design grafis, content writer, dan copywriter.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Mifty Vasko itu, juga menghadirkan narasumber Khairul Anwar (marketing & communications specialist), M. Aqib Malik (Direktur Al-Maliki Center), dan kreator konten serta aktivis sosial dan pendidikan Galuh Pujangga yang bertindak selaku key opinion leader. (*)