Menggunakan teknologi digital saat ini bukan lagi sebuah pilihan melainkan suatu keharusan. Kaitannya dengan dunia pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi menjadi hal vital yang mesti dipelajari untuk memberikan pendidikan bermutu dalam pembelajaran daring. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Rambang, Jawa Tengah, Rabu (22/9/2021). Aspek-aspek literasi digital perlu ditingkatkan mulai dari digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.
Seperti disampaikan oleh staf pengajar Universitas Negeri Yogyakarta Gilang Jiwana Adikara tentang pentingnya keamanan dan keselamatan digital dalam proses pembelajaran daring. Perkembangan teknologi memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berbagai hal, namun kekuatan yang besar itu selalu diiringi dengan tanggung jawab yang sekaligus menjadi tantangan di dunia digital.
Ibarat kata saat ini masyarakat berada di dua ruang, yaitu ruang publik dan ruang privat. Ibarat kata, gawai itu menjadi pintu ke dunia digital. Butuh persiapan untuk masuk kesana, pengguna mesti ekstra hati-hati karena fenomena penipuan digital dan kejahatan digital juga ada di ruang tanpa batas itu.
“Perlu pengamanan digital untuk kita masuk ke ruang digital yang sekaligus menjadi ruang publik. Ada tiga komponen yang melibatkan pengamanan digital, yaitu hardware, software, dan brainware. Dari ketiga komponen ini brainware adalah komponen yang paling krusial. Ia adalah pengguna dari hardware dan software, maka kita harus lebih sadar dengan keamanan privasi dan data pribadi,” jelas Gilang kepada 200-an peserta webinar.
Upaya pengamanan digital disebutkan Gilang meliputi keamanan perangkat digital, keamanan identitas dan data pribadi. Pengamanan tersebut dapat diupayakan dengan memasang password yang kuat, tidak sembarang klik tautan dari pesan masuk karena bisa saja merupakan indikasi dari penipuan digital.
Memahami rekam jejak digital dengan berpikir ulang sebelum berekspresi di ruang digital, menjelajah di situs terpercaya. “Sebagai generasi milenial dan gen Z yang lebih lincah dalam memahami teknologi, kita harus berpartisipasi sebagai agen keamanan. Guru harus mendorong murid agar bisa bermedia dengan aman dan nyaman,” pesannya.
Sementara itu dosen Universitas Budi Luhur Denik Iswardani Witarti menyinggung pilar etika digital. Ia menjelaskan bahwa etika digital secara sederhana adalah mampu memberikan contoh yang baik ketika bermedia digital, ada unggah-ungguh yang harus diterapkan. Pengguna media digital adalah manusia yang punya perasaan yang mungkin bisa tersinggung dengan unggahan orang lain.
Dalam fenomena sekolah daring, etikanya murid dapat mengikuti pembelajaran dengan khidmat namun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Hal tersebut bisa saja terjadi dan tidak mengherankan sebab pembelajaran daring bisa jadi terasa membosankan sehingga murid tidak benar-benar bisa menjalani pembelajaran dengan nyaman.
“Melihat kondisi tersebut pendidik dapat lebih memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran yang menyenangkan namun tidak mengurangi esensi belajar. Misalnya menggunakan internet sebagai sumber mencari referensi digital ketika mengerjakan tugas, namun tidak asal menyalin apa yang ada di internet. Melainkan menyebutkan sumber referensi sebagai bentuk etika ketika menggunakan karya tulis orang lain,” ujar Denik memberikan contoh.
Fasilitas edutainment, yaitu penggabungan metode pembelajaran dengan entertainment bisa menjadi pilihan dalam membantu menyampaikan materi belajar. Saat ini banyak sekali channel edukasi yang dikemas secara menyenangkan seperti kanal Kok Bisa di Youtube, bahan tersebut bisa menjadi referensi kepada murid untuk meningkatkan pengetahuan.
“Tapi perlu diingat bahwa teknologi pada dasarnya hanyalah sebuah alat yang membantu mempermudah kegiatan belajar. Sebagai alat, teknologi tidak bisa menggantikan nilai interaksi. Yang mana dalam berinteraksi harus memenuhi etika, ada unggah ungguhnya yang mesti dijaga,” tutupnya.
Webinar yang dimoderatori oleh Fikri Hadil (aktor) ini juga diisi oleh narasumber lainnya yaitu Mardi (Kepala Dindikpora Kabupaten Rembang), Saeroni (Universitas NU Yogyakarta). Serta Mohwid (akademisi) yang menjadi key opinion leader dalam diskusi. (*)