Senin, November 18, 2024

Kiat bijak dan etis saat berperilaku di ruang digital

Must read

Ruang digital menjadi tempat bagi publik yang bebas dalam menyampaikan ekspresinya, baik dalam bentuk konten maupun berkomentar. Tapi alangkah baiknya jika setiap pengguna mampu berperilaku bijak saat berinteraksi di dunia digital. 

Topik bijak saat komentar di dunia maya tersebut menjadi pembahasan dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (27/7/2021). Literasi digital merupakan program pemerintah Indonesia dalam mendukung percepatan transformasi digital dan menciptakan masyarakat yang cakap dalam menghadapi perubahan digital. 

Kegiatan hari ini dibawakan oleh Vania Martadinata sebagai moderator dengan mengundang narasumber dari berbagai bidang. Mereka adalah Siti Aminataz Zuhriyah (penulis jurnal), Muhamat Taufik Saputra (fasilitator nasional), Kholistiono (wakil pemred Betanews.id), Krisna Murti (dosen Universitas Sriwijaya). Selain itu hadir juga seniman Dibyo Primus sebagai key opinion leader dalam diskusi virtual. Masing-masing pemateri, selain membahas tema diskusi, juga mengkorelasikannya dengan pilar literasi digital yang meliputi digital culture, digital ethics, digital safety, dan digital skill. 

Muhamat Taufik melalui paparannya menyampaikan, perkembangan teknologi juga harus diikuti dengan pengembangan skill atau kemampuan digital. Yaitu kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras serta piranti lunak teknologi informasi dan komunikasi serta sistem operasi digital. 

“Banyaknya jenis platform media sosial harus dibarengi dengan keterampilan digital, sebab keberadaan media sosial hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Hal ini karena media sosial bagai pisau bermata dua yang punya sisi positif tapi juga sekaligus punya sisi negatif,” ujar Taufik kepada 400-an peserta diskusi. 

Segi positif hadirnya media sosial memang memberikan kemudahan interaksi dengan orang lain karena karakteristiknya yang tiada batas, sehingga dapat memperluas jejaring dan pergaulan. Media sosial juga menjadi tempat yang mudah untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan berbagai informasi secara cepat dan mudah. 

Akan tetapi dampak negatif media sosial juga hadir di tengah yang membuat penggunanya selalu merasa kurang hingga fenomena FOMO atau fear of missing out, terpapar hoaks karena tsunami informasi, kurang bersosialisasi di dunia nyata, hingga gangguan kesehatan. 

“Dengan demikian, pengguna media sosial perlu membanjiri media sosial dengan hal-hal positif yang dapat memberikan pengaruh positif bagi pengguna lainnya. Bagaimana memanfaatkan piranti lunak yang tersedia begitu banyaknya untuk membuat konten yang edukatif, inspiratif, informatif, dan sekaligus menghibur,” imbuhnya. 

Ia berpendapat membagikan hal positif di media sosial terbukti efektif dalam memberikan dampak kepada orang yang melihatnya dan secara tidak langsung mengajak mereka untuk bertindak positif. 

“Di sini kita perlu meng-update skill kita yang bisa membantu memproduksi konten positif yang menarik. Salah satu tools yang mudah dan bisa dimanfaatkan adalah aplikasi Canva yang menyediakan berbagai template untuk beragam jenis platform media sosial. Juga ada Snapseed, VSCO, juga Lightroom untuk mengedit foto agar lebih menarik,” paparnya. 

Namun selain kecakapan tersebut, warganet juga harus memiliki etika dalam berkomunikasi di dunia maya. Menjadi warganet yang bijak dengan tidak menyebarkan konten negatif dan yang berbau SARA, meninjau kembali kebenaran informasi sebelum dibagikan, menghargai karya orang lain dengan tidak melakukan plagiat juga berhati-hati dalam memberikan informasi pribadi. 

Dari perspektif etika dalam bermedia digital, Krisna Murti menambahkan, etika sangat penting dalam literasi digital. Pasalnya interaksi di dunia maya juga melibatkan sesama manusia yang memiliki hati dan perasaan. Mereka bisa tersinggung jika pengguna bertindak tidak etis. Ruang digital merupakan ruang global yang terdiri dari beragam bahasa dan budaya yang berbeda, dan aktivitas yang dilakukan pengguna ruang digital akan terekam dan susah dihapus. 

“Disrupsi teknologi mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat dan mengaburkan batasan norma-norma sosial. Itu sebabnya, pengguna media digital bertanggung jawab untuk dapat berperilaku dengan baik dalam keseluruhan aktivitasnya, baik itu memproduksi dan mendistribusikan konten serta saat berkomentar. Jangan sampai jempol kita membagikan sesuatu yang belum terkonfirmasi kebenarannya, karena dapat memicu hoaks,” jelas Krisna. 

Krisna merangkum ada enam hal yang harus diperhatikan oleh pengguna ruang digital supaya tetap etis. Yaitu cepat dan tepat dalam merespons informasi, tepat berarti sudah memastikan kebenaran informasi bukan asal cepat. Menghindari plagiat dan menghargai karya orang lain. Menjauhkan diri dari gadget ketika sedang kesal karena bisa spontan menuliskan sesuatu tanpa pikir panjang. Jika kesal pada orang lebih baik disampaikan kepada orang yang bersangkutan secara langsung. Menahan diri dari menyebarkan informasi dan meneliti kembali supaya tidak menyebarkan hoaks. Mengkritik dengan sopan serta disertai fakta dan data agar tidak menimbulkan debat kusir tak berarti.  

“Intinya, berperilaku di dunia digital harus menggunakan kesadaran, bertanggung jawab, jujur, serta membagikan kebajikan dan hal-hal kebaikan,” pungkas Krisna. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article