Minggu, November 17, 2024

”Dua sisi koin” perubahan sosial dalam transformasi digital

Must read

Disrupsi teknologi digital berlangsung dengan sangat pesat hingga mempengaruhi tatanan perilaku masyarakat, mengaburkan beragam batasan dan norma-norma sosial.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sriwijaya Nurly Meilinda membeberkan pendapatnya terkait perubahan sosial dalam transformasi digital pada acara webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo bagi masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, 16 Juni lalu.

Diskusi virtual yang dipandu moderator Fikri Hadil itu, juga menampilkan narasumber Nurkhoiron (mantan Komisioner Komnas HAM), Zainuddin Muda Z. Monggilo (dosen Komunikasi UGM), Murdianto (Founder Nurul Akfar), dan Sisca Septiyani selaku key opinion leader.

Nurly mengatakan, sebagai peluang, di satu sisi teknologi digital sesungguhnya sudah menunjukkan dampaknya pada semua sektor seperti pemerintahan, perdagangan, pekerjaan, kesehatan, pendidikan, agama, seni, ekspresi budaya, perencanaan kota, pengendalian bencana, dan banyak lainnya.

Di sisi sebelah, tantangan terbesarnya di Indonesia adalah untuk memastikan bahwa internet tidak mengarah pada masyarakat yang semakin terbagi dan tidak setara (digital divide). Kemudian juga masih adanya disparitas dalam mengakses internet antara Jawa dan luar Jawa.

”Tantangan lain: mengarahkan kita pada bentuk-bentuk miskomunikasi, misinformasi, disinformasi dan atau hoaks. Kemudahan berkomunikasi menyebabkan munculnya sikap spontanitas yang keluar begitu saja tanpa pikir panjang. Lalu teknologi telah mengacaukan kebenaran karena viral dianggap lebih penting dari kualitas dan etika,” urai Nurly.

Di akhir paparannya Nurly menegaskan, apa pun teknologi memberikan suara pada kaum minoritas dan marginal, membantu memperluas jaringan, dan mengintensifkan bentuk-bentuk konektivitas.

Sesua tema, mantan Komisioner Komnas HAM Nurkhoiron melihat media digital ibarat sebuah wajah ganda. Ia mencoba membandingkan dua sisi wajah berbeda namun saling berhadap-hadapan.

Di satu sisi, kebebasan media digital menciptakan penguatan demokrasi, memberi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, meningkatkan sikap toleransi atau penghormatan keragaman, meningkatkan solidaritas, dan meningkatkan soliditas. ”Di sisi lain, kebebasan media digital juga menciptakan disrupsi, mempertajam ketimpangan, meningkatkan xenophobia, islamophobia, homophobia, rasisme, sehingga potensial mendorong perpecahan dan meningkatnya konflik,” jelas Nurkhoiron.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article