Ujaran kebencian alias hate speech merupakan sebuah ungkapan kebencian atau dorongan untuk melakukan tindakan, dilakukan secara berulang-ulang, dilakukan di muka umum, dan bermaksud sebagai ancaman.
Dasar ujaran kebencian dan dorongan melakukan tindakan kebencian di antaranya berbasis primordial, suku, agama, aliran kepercayaan, ras, gender, warna kulit dan orientasi seksual.
Demikian diungkapkan oleh pegiat literasi digital Heru Prasetia dalam webinar literasi digital dengan tema ”Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (10/8/2021).
Heru mengatakan, sangat penting bagi pengguna digital untuk mengenali dan menjauhi konten-konten negatif, seperti hoaks, perundungan online, ujaran kebencian, konten pornografi, kekerasan seksual, plagiarisme, dan pelanggaran privasi.
Selain itu, lanjut Heru, kepada pengguna media digital untuk selalu melakukan perlindungan data pribadi. Misalnya dengan menggunakan password yang kuat, dan memakai password berbeda di setiap akun platform digital yang dimiliki.
Kemudian selalu berhati-hati mengunggah data pribadi di platform digital karena keamanan data pribadi tidak selalu terjamin. Lalu, menghindari untuk membagikan data pribadi ke pengguna digital lainnya.
”Termasuk pula menghindari berbagi data pribadi orang lain baik keluarga, teman, maupun kenalan di dunia maya sebab data mereka adalah privasi mereka,” ucap Heru di depan lebih dari 400 partisipan webinar.
Sementara, Kepala Kantor Kemenag Pekalongan, Kasiman Mahmud Desky mengatakan, media sosial merupakan salah satu bentuk media baru. Menurutnya, peran dasar media sosial yakni berbagi informasi, berkomunikasi dengan rekan jauh, dan forum diskusi.
”Peran tersebut dapat dicapai karena sifatnya partisipasi, terbuka, mendorong percakapan, komunitas dan keterhubungan antar pengguna,” ujarnya.
Menurut Mahmud, keleluasaan berdiskusi di media sosial ini juga menyiratkan beberapa dampak negatif. Salah satu yang dipotret adalah hadir dan meningkatnya intensitas ujaran kebencian.
Untuk itu, penting bagi pengguna media digital untuk menciptakan kecerdasan bermedia sosial. Salah satu cara mewujudkannya, yakni dengan kampanye literasi digital. Kampanye tersebut bisa meningkatkan kesadaran akan hak sosial budaya, politik individu dan kelompok, termasuk tentang kebebasan berpendapat beserta konsekuensi yang didapatkan.
Selain itu, memperkenalkan literasi digital ke dalam materi pembelajaran, sebagai langkah proteksi kepada siswa sekolah.
Narasumber berikutnya, anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, Nuzran Joher mengatakan, penggunaan internet dan media digital tidak hanya memberikan manfaat kemudahan bagi penggunanya. Namun juga membuka peluang terhadap berbagai penyelesaian persoalan.
”Kurangnya kecakapan digital dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak menimbulkan penggunaan media digital tidak optimal pemanfaatannya,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Nuzran, perlu adanya pembangunan budaya digital yang baik bagi masyarakat. Budaya yang dimaksud, yakni kemampuan individu secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif dalam membaca ketika berselancar di media sosial.
”Hal yang tidak kalah penting, adalah membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” ucap Nuzran.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Ayu Perwari itu juga menghadirkan narasumber dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, Ryant Sugiarto, serta actor, singer, host, Ayonk selaku key opinion leader. (*)