Transformasi dari ekonomi konvensional menjadi ekonomi digital merupakan kebijakan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di Indonesia. Transformasi berlangsung melalui penerapan revolusi industri 4.0, pengembangan sektor keuangan khususnya teknologi finansial (fintech), dan memperluas perdagangan berbasis digital (e-commerce).
”Revolusi industri saat ini telah mengubah ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis nilai tambah pada industri manufaktur dan jasa,” ucap Ketua Dewan Pembina Internet Development Institute, Sigit Widodo, dalam webinar literasi digital bertema ”Transformasi Digital untuk Kemajuan Kabupaten Demak” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021).
Sigit mengungkapkan, kesepakatan merger dua perusahan teknologi unicorn Indonesia, yakni Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo diklaim menjadi kolaborasi usaha terbesar di Indonesia, sekaligus kolaborasi terbesar antar-dua perusahaan internet dan layanan media di Asia pada saat ini.
Besarnya basis konsumen, mitra maupun penjual yang terlibat dalam aktivitas Gojek dan Tokopedia tentunya bakal berdampak pada luasnya implikasi yang ditimbulkan oleh aksi merger tersebut, utamanya pada aktivitas perekonomian Indonesia. Hal itu mengingat GoTo memiliki lebih dari 2 juta driver dengan 11 juta lebih rekanan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan lebih dari 100 juta pengguna aktif.
Menurut Sigit, untuk memanfaatkan transformasi digital dalam perkembangan ekonomi ini perlu adanya pemahaman literasi digital. Yakni, kemampuan memahami, mengelola, dan menggunakan teknologi dengan bijak agar bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi digital memiliki beberapa manfaat, di antaranya; menghemat waktu, menghemat biaya, memperluas jaringan, membuat keputusan yang lebih baik, memperoleh informasi terkini dengan cepat, ramah lingkungan serta memperkaya ketrampilan.
Narasumber lainnya, peneliti UGM Sabinus Bora Hangawuwali mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini berada pada era digital. Salah satu ciri dari generasi digital, yakni beramai-ramai membuat akun di media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, Youtube, dan lainnya untuk membuktikan kepada dunia bahwa mereka eksis.
Selanjutnya, generasi digital dalam proses belajarnya selalu mengakses dengan Google, Yahoo, atau mesin pencari lainnya. ”Kemampuan belajar mereka jauh lebih cepat, karena segala informasi ada di ujung jari mereka,” ujar Sabinus. Ciri lainnya, generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan. Mereka tidak suka diatur dan dikekang. ”Mereka ingin memegang kontrol dan internet menawarkan kebebasan berekspresi,” tuturnya.
Adapun skill digital yang harus dimiliki untuk masyarakat saat ini, kata Sabinus, meliputi hard skill yakni kemampuan mengenal, mengakses dan mengoperasikan perangkat yang dipunyai. Lalu, terkait kemampuan soft skill, yakni kecerdasan emosional dalam menggunakan media digital, selalu berpikir kritis, kreatif dan original. Selanjutnya, mementingkan sikap profesional, perluas pergaulan, dan terus mengasah kemampuan berkomunikasi.
Sesuai tema webinar, yakni terkait upaya memajukan Kabupaten Demak di era digital, menurut Sabinus, yang paling penting adalah adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, kelompok informasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Mafin Rizqi itu, juga menghadirkan narasumber Imbang Varlander Silitonga (kreator konten), Muhammat Taufik Saputra (fasilitator nasional), dan Entertainer sekaligus CEO CV Nirwasita Hutama Cyntia Ardita, selaku key opinion leader. (*)