Ruang digital merupakan ruang publik bagi siapa saja untuk melakukan segala bentuk aktivitas digital, termasuk diskusi secara virtual. Seperti halnya pada kegiatan webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (28/7/2021).
Webinar tersebut merupakan program pemerintah dalam mendukung percepatan transformasi digital dan menciptakan masyarakat yang cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Literasi digital yang digagas pemerintah ini meliputi empat pilar kompetensi: digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics.
Nadia Intan yang memandu pada diskusi virtual hari ini mengajak empat narasumber untuk berbagi pengetahuan seputar literasi digital. Mereka adalah Yoshe Angela (social media specialist), Denik Iswardani Witarti (dosen Universitas Budi Luhur), Eka Ade Lestari (akademisi komunikasi), Ahmad Muhlisin (redaktur Betanews.di). Selain itu hadir Reza Rusando (author) sebagai key opinion leader.
Denik Iswardani menjelaskan, dunia digital membuka budaya baru, salah satunya untuk melakukan tukar pikiran atau diskusi. Dunia digital merupakan ruang publik di mana orang yang berkumpul mempunyai akses terhadap informasi, dan memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pandangan secara rasional.
“Budaya digital menggeser ruang publik sebagai tempat untuk diskusi menggunakan teknologi. Platform yang biasa digunakan ada aplikasi atau website. Tapi yang perlu diingat, harus hati-hati ketika menyampaikan pendapat maupun berperilaku menggunakan teknologi digital. Jika dalam menyampaikan pendapat kita kebablasan, menggunakan kata kasar atau menyampaikan hal buruk, ada jejak digital yang kita tinggalkan di sana dan terekam dan akan menjadi portofolio kita,” jelas Denik.
Dunia digital menjadi ruang publik, sebab sekali konten kita unggah maka ia menjadi konsumsi publik bahkan bisa menjadi topik yang dibicarakan baik itu secara langsung maupun tidak.
“Di Clubhouse misalnya, menjadi tempat yang cocok untuk berdiskusi dan bertukar pikiran. Soal persoalan ekonomi, pengguna dapat sharing pengalaman dan belajar dari informasi-informasi yang disampaikan. Kemudian ketika berbicara tentang diskusi budaya, kita bisa membuat karya digital yang sekaligus menyampaikan kritik kepada pemerintah,” papar Denik.
Ruang publik menjadi tempat tanpa batas dalam membicarakan berbagai diskusi. Persoalan sosial, yang salah satunya tentang kekerasan. Kekerasan di media sosial juga terjadi berupa kekerasan verbal, Denik berpendapat bahwa komentar negatif bisa saja menjurus sebagai kekerasan verbal jika itu menyakiti orang lain.
“Maka yang menjadi catatan dalam diskusi di ruang publik adalah harus menyampaikan dengan etika yang baik dan rasional. Semua orang punya hak yang sama, tidak ada privilese. Jika tidak setuju dengan sesuatu ataupun mendukung suatu kebijakan sampaikan dengan bijak, dengan argumen yang rasional dan disertai data. Karena ruang publik bukan ruang konflik,” jelas Denik.
Di ruang digital, sambung Yoshe Angela, kecakapan dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi merupakan hal penting. Hal ini untuk menciptakan interaksi yang nyaman di lingkungan digital. Nilai utama dalam dunia digital adalah kreativitas untuk menjelajah ruang digital, berkolaborasi untuk mengasah kemampuan berinteraksi, juga berpikir kritis dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi digital.
“Maka di ruang publik ini kompetensi kecakapan digital yang harus dimiliki adalah kemampuan akses dan menggunakan teknologi, mampu menyeleksi dan memahami perangkat digital, piranti lunak, dan mampu menganalisis informasi di dalamnya,” jelas Angela.
Selain itu, lanjut Angela, diskusi di ruang publik harus menyadari bahwa perbedaan itu wajar. Jadi meskipun ruang digital itu bebas tapi harus tahu etika dan etiketnya. Jangan sampai perbedaan menimbulkan konflik, serta menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan santun agar tidak terjadi misinterpretasi dan salah tangkap.
“Sebab, semua platform media sosial yang menjadi ruang diskusi baik layanan jejaring maupun layanan komunikasi itu berkontribusi menjadi personal branding kita. Apa pun yang kita lakukan, baik itu mengunggah konten atau berkomentar akan menjadi bahan diskusi publik. Maka dalam membuat konten haruslah yang mengandung manfaat, edukatif, informatif, inspiratif, atau konten yang menghibur.”
Ia mengingatkan, dalam membuat konten tidak boleh ada unsur merugikan orang lain. Mengunggah konten yang benar, bermanfaat, penting, dan baik serta menghargai karya orang lain.
“Ada banyak sekali alat penunjang yang bisa digunakan untuk membuat konten yang positif dan menarik. Aplikasi Canva misalnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis platform medsos, terlebih sangat mudah dan banyak template juga disediakan. Atau menggunakan tools edit foto seperti Snapseed dan Adobe Lightroom, untuk video bisa menggunakan adobe premiere. Atau untuk menunjang pekerjaan dalam merencanakan dan menjadwalkan konten menggunakan Google Trends, Trello, dan Creator Studio,” pungkasnya. (*)