Rabu, November 27, 2024

Pendidikan di era digital, kolaborasi anak dan orangtua memanfaatkan media pembelajaran

Must read

Webinar literasi digital kembali hadir untuk masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Senin (9/8/2021). Kali ini mengusung tema diskusi “Menjaga dan Mendidik Anak di Era Digital”. Kegiatan ini merupakan bagian dari program nasional literasi digital yang digagas Presiden Joko Widodo dan diselenggarakan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 

Literasi digital itu sendiri mencakup empat pilar yang penting dalam mengarungi era transformasi digital, yakni Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills). Melalui penanaman literasi digital, masyarakat Indonesia diharapkan bisa menjadi warga yang cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan optimal. 

Pada kegiatan yang dipandu oleh tv presenter Nabila Nadjib ini diisi oleh empat pemateri yang cakap di bidangnya, yakni Nyarwi Ahmad (Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies), Iis Lathifah Nuryanto (dosen UPY PGRI), Agus Muhasin (Kasi Guru pada Bidang Pendidikan Madrasah Kemenag Jateng), dan Ali Arifin (Kepala Kantor Kemenag Pati). Selain itu hadir pula Nindy Gita (public speaker) sebagai key opinion leader. 

Nyarwi Ahmad dalam pemaparannya menyampaikan bahwa hal yang sering terlupakan dalam pendidikan anak di era saat ini adalah kecakapan digital anak. Kecakapan di sini bukan sekadar mampu menggunakan media digital, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya. Sebab, secara budaya, anak generasi saat ini justru lebih cepat paham dengan pengoperasian teknologi. 

Di sinilah peran orangtua dan guru dalam memberikan pendidikan dan menjaga anak di era digital. Yakni, bagaimana anak bisa mendapat akses pendidikan dan pembelajaran yang baik sekaligus menjaga anak dari paparan negatif media digital. 

Namun, model pembelajaran sudah berubah. Jika dulu selalu melibatkan interaksi fisik, saat ini harus menyesuaikan dengan model  pengasuhan era digital atau digital parenting. Alhasil, dengan model pembelajaran dari rumah, orangtua tidak hanya mengasuh tetapi juga mendidik anak dan bebannya menjadi berkali lipat ketika harus beradaptasi dengan budaya digital. 

“Namun mendidik dan menjaga anak di era digital tergantung bagaimana orangtua mengasuh mereka. Masalahnya, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Budaya yang beragam dan masalah personal yang dihadapi setiap keluarga akan memberikan pola asuh yang berbeda. Juga, tidak ada standar dalam mengasuh dan mendidik anak dan kualifikasi kompetensi pengasuhan anak,” jelas Nyarwi. 

Di era digital, peran rumah dan keluarga juga berubah. Rumah tidak lagi menjadi tempat berkumpulnya keluarga, namun menjadi tempat anggota keluarga dalam mengelola aktivitas privat dan publik. Keluarga bukan lagi menjadi konsumen layanan pendidikan, tetapi juga dituntut menjadi pusat pembelajaran dan pendidikan.  

“Konsekuensi pembelajaran daring memerlukan pemahaman pembelajaran digital bagi anak dan orangtua, keterampilan penggunaan platform pembelajaran digital, juga budaya pembelajaran dan kecakapan digital baik bagi anak maupun orangtua,” jelasnya. 

Anak dan orangtua perlu mengasah kompetensi digital dan kreativitas pembelajaran digital dengan mengubah paradigma berpikir bahwa anak bukan objek eksploitasi produksi konten digital, tetapi sebagai subjek. Artinya, anak dan orangtua harus berkolaborasi dalam menciptakan hal positif. Orangtua berperan membuat anak menjadi aman dan nyaman dalam mengeksplorasi sumber pembelajaran dari platform digital, juga memberikan pendampingan. 

Orangtua juga harus mampu menstimulasi anak dalam memproduksi konten digital sebagai hasil dari pembelajaran, serta mendampingi anak dalam berkolaborasi memproduksi konten edukatif yang bermanfaat.

Dari sisi etika, Agus Muhasin menjelaskan pemanfaatan media digital dapat menghasilkan dua hal yang berbeda, yakni hasil positif atau hasil negatif. Sebagai sumber yang positif, anak diharapkan mampu memanfaatkan internet sebagai sumber belajar dan hal ini membutuhkan peran pendampingan dari orangtua.  

Anak-anak di era digital memang lebih peka dalam menghadapi kemajuan digital, tapi tidak semua kecakapan dalam literasi digital dikuasai, sehingga butuh peran campur orangtua dalam pemanfaatannya. Media digital juga sekaligus menjadi sumber hiburan dan menumbuhkan daya kreativitas. 

“Namun sisi negatif di platform digital perlu diwaspadai, seperti hoaks, ujaran kebencian, perundungan siber, konten pornografi. Maka dalam membekali pendidikan anak di era digital, orangtua perlu membatasi penggunaan perangkat digital dengan memberikan hak akses khusus anak, memilihkan aplikasi dan program yang sesuai dengan anak, serta mengimbangi menggunakan media digital dengan interaksi nyata,” jelas Agus kepada 200-an peserta diskusi. 

Orangtua menjadi tempat pertama pendidikan anak, maka tanamkanlah nilai moral dan etika agar anak mampu beretika, baik di dunia nyata maupun dunia digital. Beri wawasan tentang literasi digital, memperbanyak aktivitas fisik, menumbuhkan ketertarikan pada konten positif, dan memberikan pengetahuan tentang dunia digital.  (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article