Sabtu, Desember 21, 2024

Harkat marabat manusia lebih utama daripada sekadar viral

Must read

Indonesia menempati rangking 29 dari 32 negara yang disurvei memiliki netizen paling tidak ramah. Setidaknya, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi yakni hoaks atau penipuan, ujaran kebencian dan diskriminasi.

“Indonesia dikenal ramah di dunia nyata, tetapi dianggap kurang beretika di dunia maya,” ungkap Khamdani, Kasi Penyuluhan Agama Islam dan SI Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (30/9/2021).

Menurut dia, saat ini sebagian kecil orang lebih menikmati perseteruan antar-individu dan perkelahian antar-kelompok daripada mendamaikan yang sedang berseteru. Konflik di tingkat elite pun berpotensi memicu konflik horizontal di dunia yang sesungguhnya. Netizen amat mudah mencaci, memaki, merendahkan dan menyalahkan orang lain.

Itulah mengapa menjaga harkat dan martabat manusia serta persatuan dan kesatuan bangsa, lebih utama dari sekadar viral. Jadilah bagian dari solusi bukan bagian dari polusi.

Khamdani menyatakan etika digital sangat diperlukan. Sebab, setiap tahun pengguna internet meningkat sementara netizen memiliki latar belakang berbeda. “Harus ada batasan tertentu. Bila tidak, akan muncul ancaman disintegrasi bangsa di dunia maya,” kata dia.

Etika atau lazim juga disebut etik, lanjut dia, berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia. Etika berarti aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesama dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

Pedoman etika berkomunikasi tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tenteram, terlindungi tanpa merugikan kepentingan bersama, serta terjamin agar komunikasi yang dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi pada umumnya.

Mengapa harus Etis? Menurut Khamdani, perkembangan komunikasi digital memiliki karakteristik komunikasi global yang melintasi batas-batas geografis dan batas-batas budaya. Setiap batas geografis dan budaya juga memiliki batasan etika yang berbeda.

”Setiap negara, bahkan daerah memiliki etika sendiri, begitu pula setiap generasi memiliki etika sendiri, misalnya soal privasi. Begitu juga interaksi digital antar-golongan sosial lainnya. Semua akan memunculkan persoalan-persoalan etika. Dalam ruang digital kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural, sehingga sangat mungkin pertemuan secara global tersebut akan menciptakan standar baru tentang etika,” jelasnya.

Etika tradisional adalah etika offline menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat.

Sedangkan etika kontemporer adalah etika elektronik dan online menyangkut tata cara, kebiasaan dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.

Diakui, media digital yang cenderung instan seringkali membuat penggunanya melakukan sesuatu tanpa sadar. Contoh, begitu bangun tidur langsung buka gawai. Begitu mendapatkan pesan langsung berbagi (share) tanpa saring.

“Fakta menunjukkan bahwa kita hidup dalam ekosistem di mana media berubah sangat cepat. Perubahan tersebut berimplikasi terhadap berbagai pola pengaturan pesan dan kemungkinan munculnya pelanggaran yang seringkali tidak disadari namun membawa akibat cukup fatal dalam ranah kognitif,” kata Khamdani.

Erlan Primansyah (Technology Entrepreneur & Innovation Warrior) yang juga menjadi narasumber webinar bertema ”Adaptasi Literasi Digital bagi Penyuluh Agama” kali ini tidak membantah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat serta dipacu pula dengan adanya pandemi mengubah gaya hidup masyarakat.

Dari yang sebelumnya lebih banyak melakukan kegiatan secara fisik, kini lebih banyak melakukannya secara daring melalui komputer desktop, laptop atau smartphone.

Sayangnya, kata dia, perubahan ini tidak diikuti dengan cukup pengetahuan mengenai risiko keamanan digital sehingga banyak terjadi tindak kejahatan secara daring.

Merujuk data situs patrolisiber.id, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, dari Januari 2015 sampai akhir Juni 2021 menerima 20.033 laporan masyarakat terkait kejahatan dunia maya (cybercrime). Kasusnya semakin meningkat secara kuantitas dan kualitas.

Kejahatan dunia maya secara luas didefinisikan sebagai aktivitas ilegal yang melibatkan komputer, jaringan komputer atau perangkat digital lainnya.

Dipandu moderator Nabila Nadjib, webinar juga menghadirkan narasumber Bambang Barata Aji (Ketua Yayasan Dalang Nawan Banyumas), Arief Mundzir (Kabid Penaiszawa Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah), Musta’in Ahmad (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Dibyo Primus (Seniman) sebagai Key Opinion Leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article