Saat menjadi pembicara kunci dalam webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital untuk warga Kabupaten Pemalang, Jateng, yang digelar Kementerian Kominfo, 5 Oktober 2021, Kepala Kanwil Kementerian Agama Jawa Tengah, H. Mustain Ahmad, SH, MH, merisaukan makin tak terbendungnya arus informasi media sosial di era digital, termasuk di ruang informasi keagamaan di semua agama.
”Banjirnya konten keagamaan, baik bersifat kajian ilmu dan banyak konten keagamaan lain, yang tentu tidak semua akuntabel sumber dan literasinya. Karena itu, kemampuan kecakapan digital semua lapisan warga masyarakat, khususnya di kalangan pendidikan Islam, baik itu pesantren dan madrasah, perlu sekali ditingkatkan literasinya. Tujuannya, agar makin bijak dan cerdas menyaring segala informasi dan konten keagamaan, sehingga tak terpengaruh untuk mengikuti ajaran yang mungkin membawa efek negatif yang tak diinginkan ajaran agama mana pun,” tutur Mustain.
Kerisauan Mustain cukup beralasan. Karena menurut riset Kominfo dan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada 2020, dari 64 persen kaum netizen yang umumnya generasi Y dan Z, dari belasan hingga 40 tahunan yang sering juga disebut generasi milenia, ternyata saat ini dari 170 juta pengakses internet dari 274 juta warga NKRI menghabiskan 8,5 jam sehari dengan akses internetnya.
Data lebih jauh dikutip Kepala MTsN 3 Purworejo, Fitriana Aenun, pembicara webinar lainya. Di usia produktif, termasuk banyak pelajar madrasah dan pesantren, ternyata mereka juga menghabiskan 3,5 jam dengan mengakses medsos di beragam platform. Juga video, podcast, Youtube sampai 2,8 jam sehari. Dan, yang paling merisaukan, mereka juga mengakses gim online, di antaranya disinyalir beraroma kekerasan dan pornografi sampai 1,23 jam sehari.
”Jelas, semua itu sangat berpengaruh dalam kualitas belajar dan bahkan membawa dampak yang negatif dalam berinteraksi sosial di kelas maupun dalam berinteraksi sosial di rumah dan masyarakat. Pemahaman empat pilar kecakapan digital sangat perlu dikolaborasikan dengan guru dan orangtua agar efek negatif media sosial digital dikontrol dan dialihkan pada fungsi positif yang bermanfaat buat peningkatan prestasi dan karier di masa depan,” saran Fitriana.
Mustain dan Fitriana tampil bersama dalam webinar bertopik ”Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa”, yang diikuti secara daring oleh ratusan peserta dari seantero Pemalang. Dipandu moderator Zacky Ahmad, juga tampil tiga pembicara lain: Yuni Mustani, penggiat kewirausahaan sosial; Dr. Djafar Ahmad, direktur Lembaga Survei IDEA Indonesia; Ahmad Fitrianto, penggiat IT dan entrepreneur sosial; serta Safinaz Nachiar, presenter TV RCTI yang tampil sebagai key opinion leader.
Yuni Mustani menyarankan peran orangtua untuk ikut mengawasi apa platform medsos dan konten yang diakses anak dalam keseharian. Bukan untuk memata-matai anak sendiri, kata Yuni, tapi memang platform digital seperti Instagram, TikTok dan Facebook adalah etalase personal anak yang kalau tak hati-hati bisa jadi presentase personal anak, yang baik buruknya berpengaruh dalam jejak digital anak kita, yang kini ikut menjadi penentu masa depan anak selain kualitas kompetensi anak dari hasil belajarnya.
Kalau salah posting atau koment, lanjut Yuni, bisa mengancam masa depan anak di masa datang. ”Apalagi kini, mau tak mau kita hadapi kenyataan pandemi makin mengakselerasi, mempercepat lahirnya era yang serba digital di semua bidang kehidupan. Adaptasi dan melek digital sudah jadi keharusan untuk kita kuasai. Bukan lagi jadi pilihan. Makin banyak peluang kerja yang tersinergi dengan teknologi digital. Dengan membuat akun medsos jadi etalase yang positif dan bermanfaat buat anak, kalau tak mempercakap skill digital kita sudah pasti tak lagi bisa berkompetisi dengan perkembangan zaman,” urai Yuni Mustani, serius.
Memang, menjaga kecakapan digital buat anak penting dijaga, tapi jangan sampai kecanduan. Untuk menyeimbangkannya, Dr. Djafar Ahmad mengatakan, dirinya memaksa anak-anak untuk hanya boleh akses smartphone-nya dijam sekolah. Karena saat mereka overtime, mereka jadi kecanduan gim dan lupa waktu, juga abai pada lingkungan sosial.
Tapi kini, begitu mereka bisa diatur jam aksesnya, Djafar mengaku bisa memulihkan anaknya menjadi manusia yang tak digital addict, kecanduan gim mereda. Mereka juga mau gotong royong di kampung lagi, jagong manten keluarga dan mau merawat ikan akurium di rumah. ”Itu sesuatu yang susah diwujudkan sebelumnya. Dengan begitu, saya harap banyak orangtua bisa mengontrol jam akses digital anak. Agar jiwa budaya Indonesianya bisa dijaga, tapi keterampilan digital yang penting buat masa depannya juga terpelihara,” pungkas Djafar Ahmad, mewanti-wanti.