Saat ini para pengguna media sosial mungkin sudah tak asing dengan gesture finger heart atau pose menyilangkan ibu jari dan telunjuk ini digunakan sebagai ungkapan cinta atau hati yang besar. Gesture ini pun makin menjadi tren ketika banyak artis Tanah Air yang berfoto lalu membagikannya di medsos masing-masing untuk mengungkapkan rasa sayang kepada penggemar.
Gesture ini diketahui berawal dari Korea Selatan yang dianggap mewakili ungkapan cinta, terima kasih, dan penghargaan lalu populer di seluruh dunia.
“Namun masyarakat khususnya pengguna medsos harap berhati-hati, pose (finger heart) ini bisa menjadi celah aksi kejahatan, karena di tangan yang berpose itu bisa diselipkan KTP untuk kemudian diajukan sebagai syarat mengajukan pinjaman online orang tak bertanggungjawab,” kata Fasilitator Nasional Muhammat Taufik saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Literasi Digital Dalam Peningkatan Kreativitas Guru dan Siswa di Tengah Pandemi Covid-19″ yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (11/8/2021).
Taufik mengatakan saat ini begitu banyak ragam kejahatan yang memanfaatkan perkembangan pesat dunia digital. Salah satu yang marak juga adalah penipuan melalui SMS yang mengarahkan korban pada link khusus yang disiapkan penipu.
“Penipuan jenis ini punya dua ciri yang bisa dikenali. Pertama, membuat korban merasa senang dengan kabar ia mendapat sebuah hadiah dan kedua cirinya membuat korban merasa panik atau cemas misalnya mengabarkan anggota keluarganya ada yang kecelakaan sehingga perlu ditransfer sejumlah uang,” kata Taufik.
Taufik menjelaskan penipuan undian berhadiah marak ditemukan pada layanan SMS, aplikasi chatting, maupun media sosial lainnya. Satu modus yang paling banyak tercatat adalah ‘phising’ atau penipuan online
yang dilakukan dengan memberi korban iming-iming hadiah dengan menyertakan tautan ke sebuah situs web palsu.
“Situs web ini akan mencuri data pribadi korban seperti nama lengkap, alamat, hingga nomor kartu kredit atau bentuk identitas perbankan lainnya,” tegasnya.
Agar tak gampang tertipu, Taufik menyarankan mekalukan antisipasi. Misalnya ketika menemukan link hoaks dan penipuan online di whatsApp grup yang diikuti.
“Cek dan ricek link yang dikirimkan itu, jika tidak menggunakan tanda gembok, bukan https dan menggunakan url yang aneh, pastikan itu adalah hoaks dan link palsu,” tegas Taufik.
Situs web yang alamatnya menggunakan https (hypertext transfer protocol secure) biasanya lebih aman dan terpercaya karena menyediakan otentikasi dan komunikasi terenkripsi dibandingkan dengan situs yang hanya menggunakan tag HTTP.
Untuk aman berinternet, Taufik merekomendasikan memakai password yang sulit ditebak dan selalu log out usai memakai sebuah platform juga aktifkan privasi ganda di akun pribadi.
“Jelajahi hanya situs internet yang terpecaya, selalu hapuslah history penelusuran online dan minimalisir penggunaan free wifi di ruang publik,” kata Taufik.
Narasumber lain dalam webinar itu, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. E. Nugrahaeni Prananingrum menuturkan, media sosial perlu terus dikenalkan sebagai satu ruang untuk menyebarkan kebaikan, bukan mendidik menuju kejahatan.
Anggota Japelidi itu pun menuturkan banyak contoh bagaimana media sosial dimanfaatkan untuk edukasi sejarah maupun budaya yang bermanfaat.
“Misalnya di masa pandemi Covid-19 ini Keraton Yogya menggelar pameran temporer secara virtual dengan tema Boja Krama yakni soal jamuan kenegaraan keraton Yogyakarta, juga menyiarkan orkestra Keraton secara daring sehingga bisa dinikmati publik luas,” kata Nugrahaeni. Webinar ini juga menghadirkan narasumber lain yakni Staf Pengajar Universitas PGRI Yogyakarta Lis Latifah dan founder Wagers.id Hidayatullah serta dimoderatori Bunga Cinka juga Abdu Rauf selaku key opinion leader.