Dunia digital menebar manfaat sekaligus ancaman. Tingginya aktivitas digital memungkinkan lahirnya ancaman yang serius dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja pencurian data, penipuan, perundungan maupun eksploitasi anak dan perempuan.
Fasilitator Gerakan Literasi Jateng, Joko Priyono, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (13/10/2021), menyebutkan dunia digital bahkan bisa melemahkan demokrasi.
Membaca ulang pemikiran Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Iwan Pranoto, disebutkan dampak dari teknologi digital terasa luar biasa: ”Nalar berhasil menciptakan teknologi digital, tetapi nalar juga kelimpungan membendung tindakan tak bernalar (unreason).”
Disebutkan pula, salah satu media nasional pada 27 September 2021 pernah menurunkan artikel mengenai “Screen Time 2020 Report” yang dirilis Eyesafe dan United Healthcare.
Tergambar di situ, hasil penelitian dengan total 33 eksperimen terdapat sejumlah 24 atau 72 persen yang menunjukkan bahwa kertas cetak masih unggul ketimbang layar gawai.
Joko Priyono menambahkan saat ini dunia digital tidak bisa memisahkan diri mesin pencarian informasi atau situs yang memiliki kemampuan mencari halaman situs web di internet berdasarkan basis data dengan bantuan kata kunci.
Google, kata Joko, masih berada pada peringkat pertama mesin pencarian informasi terfavorit di dunia termasuk Indonesia. Dilansir dari Statcounter (2021) sebanyak 98,32 persen masyarakat Indonesia memilih menggunakan Google. Mesin pencari itu tidak lepas dari dunia pendidikan sekarang ini.
Narasumber lainnya, Evelyne Henny Lukitasari selaku Dosen dan Praktisi DKV Universitas Sahid Surakarta, menyampaikan butuh strategi agar dunia pendidikan menjadi lebih bermutu.
Dia lantas menyebut perlunya Gerakan Literasi Sekolah (GLS), penggunaan platform pembelajaran digital, e-library serta perluasan akses sumber belajar yang dapat dimanfaatkan sehingga memudahkan seluruh siswa untuk mengakses berbagai informasi dari internet.
Strategi berikutnya adalah pendampingan praktisi terkait IT dan penguatan tata kelola sekolah melalui pengembangan sistem administrasi elektronik atau smart school.
Menurut dia, budaya digital juga menjadi bagian dari strategi tersebut. Untuk mencapai pendidikan yang lebih bermutu bisa dengan memanfaatkan aplikasi mengontrol penggunaan smartphone anak. Contoh, Google Family Link.
Yang pasti, penggunaan platform pembelajaran digital harus sesuai dengan karakter peserta didik. Kenapa? “Supaya terbangun komitmen bersama dengan peserta didik untuk mematuhi aturan berkomunikasi secara digital,” jelasnya.
Baik Joko maupun Evelyne sepakat dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara, “Pendidikan berarti memelihara hidup-tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berazas keadaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.”
Dipandu moderator Nadia Intan, webinar bertema Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu ini juga dihadiri narasumber Muhdini Wakhid (IT Manage Services Solution Architect), Akhmad Ramdhon (Staf Pengajar Sosiologi FISIP UNS), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Ronald Silitonga (Musisi) sebagai Key Opinion Leader.