Jumat, Desember 27, 2024

Kerangka aman dan cakap dalam berekspresi di ruang digital

Must read

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Surakarta, Jawa Tengah, dengan tema “Implementasi Empat Pilar Literasi Digital dalam Kehidupan Bermasyarakat”, Rabu (20/10/2021). Pilar literasi digital tersebut adalah digital ethics, digital skills, digital culture, digital safety.

Praktisi komunikasi Anneke Liu memandu diskusi dan menghadirkan empat narasumber: Zulfan Arif (penerjemah dan content writer), Zahid Asmara (filmmaker), Danu Anggada Bimantara (pegiat seni tradisi), Mohammad Ali (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta). Serta Arya Purnama (Putra Pariwisata Nusantara 2018 yang hadir sebagai key opinion leader.

Narasumber Zulfan Arif membuka diskusi dengan pendekatan pilar keamanan digital. Teknologi diibaratkan pisau bermata dua yang dapat melukai atau justru memberikan manfaat. Teknologi dapat menjadi hal yang positif ketika digunakan dengan baik seperti untuk berjejaring, belajar, dan bekerja. Atau memberikan kerugian ketika digunakan dengan tidak bijak.

Ada beberapa aspek dalam pilar keamanan digital yaitu bagaimana digital user mengamankan perangkat digital, mengamankan identitasnya, waspada penipuan, dan memahami rekam jejak digital. Empat kompetensi tersebut adalah kemampuan dasar yang mesti dipahami dan diterapkan agar kegiatan di ruang digital tetap aman.

Proteksi perangkat digital adalah hal mendasar agar perangkat dan data di dalamnya tidak dicuri serta disalahgunakan oleh orang lain. Yaitu dengan memasang kata kunci yang kuat dan tidak mudah ditebak, mengaktifkan two factor authentication sebagai kunci ganda keamanan. Memasang antivirus, melakukan back up data, dan selalu memperbarui tingkat keamanan perangkat.

“Perangkat digital adalah pintu masuk menuju ruang yang menyimpan identitas dan data kita sehingga agar aman data tersebut perilaku digital juga perlu dikontrol. Jangan sembarangan mengunggah data dan foto pribadi karena rawan disalahgunakan untuk pendaftaran pinjaman online, jual beli data, pengambilalihan akun dan kejahatan digital lainnya. Orang akan mudah mengintimidasi ketika mengetahui kelemahan kita,” jelas Zulfan Arif kepada 500-an peserta webinar.

Cermat membaca situasi dan informasi juga menjadi bentuk perilaku untuk aman dari tindakan penipuan. Khususnya dalam hal transaksi online. Mulai waspada ketika harga barang yang ditawarkan terlalu murah, tidak memberikan informasi secara detail, atau penjual yang tidak menolak COD dan menolak mengirim foto produk.

Ada beberapa website yang bisa dimanfaatkan ketika menemui kejahatan digital. Pengguna bisa melapor ke Patrolisiber.id, Lapor.go.id atau untuk mengecek rekening bisa memanfaatkan Cekrekening.id untuk mengetahui aktivitas finansial rekening apakah pernah terlibat penipuan dan sebagainya.

“Segala aktivitas yang kita lakukan di ruang digital akan meninggalkan jejak yang mungkin bisa dihapus tapi tidak bisa dihilangkan. Jejak digital menjadi reputasi masa depan oleh sebab itu harus berhati-hati dalam mengunggah konten, informasi, dan komentar. Jejak digital akan sangat berbahaya ketika melanggar norma dan hukum,” lanjut Zulfan.

Zahid Asmara melanjutkan diskusi bahwa butuh kecakapan digital dalam memanfaatkan teknologi. Sebab hari ini media digital lebih banyak digunakan dengan mengedepankan kebebasan berekspresi. Kecakapan digital menjadi tolok ukur kita agar lebih bijaksana dalam menggunakan media. 

Ia mengatakan, di era digital mengajarkan betapa mahalnya “perjumpaan langsung”, dan pertemuan di ruang virtual tidak lantas dapat menggantikan secara utuh sebuah interaksi sosial.

“Ruang digital tidak sebatas butuh kecakapan menggunakan dan mengoperasikan perangkat digital beserta piranti lunaknya, tetapi dibutuhkan pula ‘ke-santuy-an” dan “keso-fun-nan’. Artinya ada kecakapan dalam menghadapi informasi itu tidak mudah kemrungsung atau terlalu reaktif sehingga menjadi latah,” ujar Zahid Asmara.

Kultur digital mengajak para warganet untuk melihat peluang dan tantangan dengan kecakapan literasi digital. Dalam menghadapi suatu informasi misalnya, akan selalu ada perspektif dari berbagai pihak yang berujung pada framing. Maka dari itu kecakapan digital dalam melihat informasi sangat penting.

“Kita mesti tidak hanya bermodal perspektif tetapi juga perlu dilambari dengan daya pikir kritis dan kreatif baik dalam memfilter dan menanggapi peristiwa agar tidak buru-buru mengambil kesimpulan atau mengunggah suatu informasi,” lanjutnya.

Literasi digital tidak cukup hanya mampu membaca dan menulis atau mengunggah dan mengunduh tetapi mampu menguji konten yang hendak diunggah atau dalam menyeleksi konsumsi informasi. “Kita dapat melihat suatu informasi atau peristiwa dengan analisa jurnalistik dengan struktur 5W+1H. Sehingga dalam implementasinya dapat mengelola dan mengolah data yang tidak hanya sekedar sebagai informasi tetapi menjadi pengetahuan,” tutupnya.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article