Jumat, November 29, 2024

Media sosial sarana gali potensi, bukan melanggengkan kebencian

Must read

Dosen Sosiologi Fisipol UGM Yogyakarta Mustaghfiroh Rahayu mengungkapkan, pemanfaatan aplikasi yang paling besar di era internet sekarang adalah aplikasi media sosial.

“Media sosial sebagai aplikasi favorit berbasis internet yang paling memungkinkan setiap penggunanya berinteraksi satu sama lain dengan menciptakan konten informasi dan membagikannya dan juga menerima informasi dari pengguna lain,” kata Rahayu saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Interaksi Online Nyaman, Kikis Ujaran Kebencian” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Senin (25/10/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Rahayu mengatakan favoritnya media sosial karena memiliki ciri social user-generated content. Di mana dari halaman profil pengguna berinteraksi dengan menggunakan yang lain secara terbuka.

“Media sosial juga memungkinkan semua orang untuk membuat akun di waktu, di setiap postingan, acara dan pekerjaan,” kata Rahayu.

Rahayu mengatakan yang perlu dihindari dari media sosial yakni derasnya arus ujaran kebencian yang makin tak terbendung dan seolah sudah jadi biasa. Aspek ujaran kebencian ini mengandung kekerasan dan prasangka terhadap kelompok tertentu.

Rahayu mencontohkan derasnya ujaran kebencian ini terungkap ketika Facebook melakukan bersih bersih 2019 silam. Di mana sebanyak 3,2 miliar akun palsu telah dihapus, 18,5 juta konten bermasalah dihapus, lalu sebanyak 11, 4 miliar konten ujaran kebencian dihapus serta 2,5 juta konten yang memperlihatkan atau mendorong bunuh diri atau mencederai diri sendiri juga dihapus.

“Di sinilah aspek keamanan digital penting sebagai kemampuan individu mengenali, mempolakan, menerapkan dan menganalisis dan meningkatkan kesadaran keamanan dalam kehidupan sehari-hari,” kata dia.

Rahayu mengatakan indikator kompetensi keamanan digital berupa pengetahuan dasar mengenai fitur proteksi perangkat keras, pengetahuan dasar proteksi identitas physical dan data pribadi di platform digital.

“Keamanan ini sebagai dasar mengenali modus penipuan digital,” kata dia. Rahayu pun menilai perlunya pengguna memiliki pengetahuan dasar mengenai rekam jejak digital sebagai minor safety.

“Rekam jejak digital sebagai bukti yang ditinggalkan setelah beraktivitas di internet yang berpotensi untuk dicari dilihat disalin dipublikasikan dan diikuti oleh orang lain,” kata dia.

Jejak digital pasif cenderung aman berupa jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja namun bisa tidak aman ketika digunakan sebagai target iklan dan profil pelanggan.

“Pada dasarnya jejak pasif ini tidak berbahaya kecuali menjadi aktivitas data pelanggan yang dijual kepada pihak lain,” kata dia. Sedangkan jejak digital aktif jika data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau platform digital seperti email, unggahan di media sosial atau mengisi formulir daring.

“Jejak digital aktif bisa berpengaruh pada karir seseorang,” kata dia.

Narasumber lain webinar itu, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia, Rizqika Alya Anwar mengatakan seharusnya teknologi hadir untuk memudahkan kehidupan manusia.

“Namun tidak dapat dimungkiri bahwa kemajuan teknologi yang ada menciptakan tantangan baru bagi masyarakat digital, khususnya ujaran kebencian, hoaks, hingga penipuan,” kata dia. Webinar itu juga menghadirkan narasumber marketing consultan Daru Wibowo, dosen Universitas Ngurah Rai I Gusti Putu Agung Widya Goca, serta dimoderatori Rara Tanjung serta Sri Rejeki selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article