Budaya digital menjadi realitas hidup abad 21 dimana manusia dalam berbagai aktivitas kehidupannya terpaut dengan teknologi digital.
“Budaya digital di masyarakat ini menyangkut aspek kehidupan yang tidak terlepas dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang terus memicu pergeseran pola pikir, pola sikap dan pola perilaku masyarakat,” kata guru PAI SDN Tegalombo 1 Yan Vita saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Transformasi Digital Untuk Pendidikan Yang Lebih Bermutu” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (27/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Vita mengatakan dalam akses dan distribusi informasi, masyarakat semakin mudah berkat lahirnya berbagai platform teknologi digital yang menawarkan inovasi fitur dari media komunikasi yang kian interaktif.
Hanya saja, Yan menyoroti isu penting perubahan budaya digital yang mengarah perubahan relasi sosial, relasi face-to-face yang berubah drastis. “Digitalisasi untuk mempercepat pembuatan keputusan dan memicu adanya kolaborasi,” kata dia. Namun tetap saja tradisi kebiasaan tradisional harus berubah ucapan dengan kartu seluler.
“Bagi kalangan akademisi di era digital ini perlu optimis menerima dan menanggapi perubahan ini sebagai sebuah peluang untuk dapat semakin berperan di dalam banyak hal dan semakin meningkatkan kualitas peranannya,” kata Vita.
Vita merinci penguatan yang dimaksud seperti penguatan karakter individu.
Dalam digitalisasi sendiri butuh sejumlah aspek yaitu internet sebagai kebutuhan primer, generasi milenial dengan landasan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, pendidikan karakter, dan pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya berbangsa dan bernegara.
Vita mengatakan generasi digital itu tak bisa dilepaskan dari identitas digital. Generasi digital ramai-ramai membuat akun di Facebook, Twitter, Path, Instagram, YouTube dan lain-lain untuk membuktikan kepada dunia.
Generasi digital juga selalu mengakses dengan Google, Yahoo atau mesin pencari lainnya dengan kemampuan belajar jauh lebih cepat karena segala informasi ada di ujung jari mereka.
“Generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan, mereka tidak suka diatur, dikekang. Mereka ingin memegang kontrol dan internet menawarkan kebebasan berekspresi itu,” kata Vita.
Generasi digital pun cenderung lebih terbuka dan blak-blakan dan berpikir agresif.
Narasumber lain webinar itu, penulis sekaligus Co- Founder Akademia Virtual Media, Muawwin menuturkan teknologi informasi ibarat dua mata pisau.
“Bisa memberikan manfaat positif seperti meningkatkan kapasitas pengetahuan, tapi juga manfaat negatif seperti ujaran kebencian, hoaks dan penipuan,” kata dia. Webinar itu juga menghadirkan narasumber Kaprodi Magister Informatika S-2 UAJY Yonathan Dri Hadarkho, Peneliti Madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Kemenag RI Dr. Evi Sopandi, dan dimoderatori Dimas Satria serta Renaldi selaku key opinion leader.