Tema ”Kenali dan Pahami Rekam Jejak di Ruang Digital” dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digtal yang dilaksanakan untuk mengajak masyarakat lebih meningkatkan kesadaran literasi digital dan menggunakan teknologi secara lebih bijak.
Salah satu narasumber, Dewi Bunga menjelaskan, aktivitas digital di Indonesia kian meningkat dari waktu ke waktu. Berdasarkan survei APJI pada 2016, media sosial menjadi ruang yang paling banyak diakses oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Peran media sosial kini lebih dari sekadar untuk bersosialisasi, tetapi juga berbagi informasi dan berdagang. Sementara pada 2017 layanan digital yang paling banyak diakses adalah aplikasi percakapan, disusul media sosial, dan penggunaan mesin telusur.
Semua aktivitas di media digital pasti akan meninggalkan rekam jejak digital yang dibuat atau yang ditinggalkan oleh pengguna media digital. Contohnya adalah unggahan foto, status, komentar, riwayat pencarian, transaksi belanja, hingga riwayat komunikasi baik berupa surat elektronik, telepon, maupun SMS dan obrolan di aplikasi perpesanan lainnya.
”Melihat berbagai data dari aktivitas digital tersebut maka kita tidak boleh abai dengan jejak yang akan dibuat di ruang digital. Sebelum mengunggah konten, baik berupa komentar atau informasi lain sebaiknya dipikirkan dengan matang terlebih dahulu, karena jejak digital sifatnya permanen. Apa pun yang sudah dibagikan di dunia digital akan tetap tinggal di sana sekalipun sudah dihapus,” jelas Dewi Bunga kepada 190-an peserta webinar.
Dalam mengembangkan literasi digital, pengguna media digital hendaknya memiliki pemahaman terhadap ragam konteks informasi. Memiliki nalar kritis dalam menyikapi dan menilai suatu konten dan juga bertanggung jawab terhadap apa yang akan disampaikan.
”Dengan kemampuan tersebut, pengguna media digital dapat membangun citra diri yang positif. Membagikan hanya hal penting yang positif dan bermanfaat, sehingga rekam jejak digital membentuk citra diri yang baik,” ujarnya.
Sementara itu dari segi keamanan digital, Isharsono yang merupakan digital marketer menjelaskan bahwa jejak digital juga bisa menjadi pemicu ancaman keamanan digital. Aman bermedia digital selain diupayakan dengan melindungi perangkat digital dan data di dalamnya juga bagaimana perilaku pengguna tidah berisiko pada bocornya data pribadi, atau terlibat kejahatan digital lainnya.
Ancaman digital yang paling berpotensi menyerang pengguna internet adalah tindakan peretasan, phising, penipuan, perundungan siber, dan maraknya konten ilegal yang dapat mempengaruhi keamanan digital jika tidak disikapi dengan bijak dan berhati-hati.
“Berhati-hati di media sosial karena selalu ada konsekuensi pada setiap unggahan yang kita lakukan. Ketahui isi konten yang akan dibagikan dan memastikan tidak mengandung hoaks atau konten yang menyinggung hak orang lain. Mengamankan perangkat, identitas digital, dan data pribadi menggunakan password yang kuat dan berbeda di setiap akun,” ujar Isharsono.
Lalu dalam menyampaikan informasi, berkomunikasi dan berinteraksi di ruang digital haruslah disampaikan dengan bahasa, kata-kata, dan kalimat yang tidak menimbulkan masalah. Karena menciptakan dunia digital yang aman sama dengan menciptakan dunia nyata aman pula.
Dalam diskusi virtual yang dipandu moderator Mafin Rizqi itu, Muhammad Yusuf juga menjelaskan dari sisi budaya digital, bahwa jejak digital yang baik adalah mampu membuat konten yang baik pula. Salah satunya dengan menyesuaikan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan dalam bermasyarakat digital.
”Nilai-nilai Pancasila hendaknya menjadi pegangan dalam budaya digital kita saat ini. Yaitu memiliki rasa cinta kasih kepada sesama ditengah perbedaan yang ada, memperlakukan orang lain dengan setara dan berperikemanusiaan. Menjunjung nilai kebersamaan atau harmoni, mengutamakan demokrasi dan memberikan hak yang sama kepada orang lain dalam menyampaikan informasi dan berpendapat. Dan terakhir adalah berkolaborasi menciptakan budaya digital yang baik, aman, dan nyaman,” pungkas Yusuf.