Dosen FISIP Unpar Indraswari menuturkan menciptakan ruang digital yang aman dari kekerasan seksual online menuntut pemahaman literasi khususnya keamanan digital dari penggunanya.
“Pemahaman keamanan digital ini perlu untuk mengantisipasi adanya kekerasan seksual online yang makin marak dalam berbagai bentuk saat ini,” kata Indraswari saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (8/11/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Indraswari mengatakan berdasar data Komnas Perempuan, kekerasan berbasis gender online antara lain terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, revenge porn atau kekerasan online yang dilakukan atas dasar motif balas dendam dengan menyebarkan video atau foto pornografi korban.
Lalu, kedua ada sexting yakni berupa pengiriman teks, gambar atau video pornografi kepada korban; dan yang ketiga: morphing, yaitu pengubahan suatu gambar atau video dengan tujuan merusak reputasi orang yang berada di video tersebut.
Angka kekerasan berbasis gender online atau KBGO yang dicatat Komnas Perempuan, telah meningkat dari awalnya 126 kasus pada 2019 menjadi 50 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yang mendominasi KBGO adalah kekerasan psikis 49 persen atau 491 kasus disusul kekerasan seksual 48 persen atau 479 kasus dan kekerasan ekonomi 2 persen atau 22 kasus.
Indraswari mendorong tiap pengguna dapat menciptakan ruang digital yang aman dari kekerasan seksual online itu. Dengan cara antara lain penggunaan fitur tangkap pornografi dan pelecehan seksual.
“Bisa juga dengan tidak mengakses situs-situs pornografi karena dengan mengakses baik klik, like, view, subscribe channel bayar atau tidak berbayar sama dengan mendukung dan menghidupi industri pornografi,” kata Indraswari. Industri pornografi selama ini eksis bahkan berkembang karena didukung dan dihidupi dari warganet.
Narasumber lain webinar itu, Kholilul Rohman selaku Pengasuh Pesantren Digital Santrinet mengatakan perkembangan teknologi memicu keingintahuan masyarakat dan berbagai informasi. Dan salah satu sumber untuk mendapatkan informasi itu adalah melalui media sosial.
”Konten yang bikin banjir reaksi di sosial media itu tema-tema agama, politik, seksualitas, serta ekonomi dan keuangan,” ujar Kholilul. Konten tema-tema itu masing-masing dibuat creator sesuai kepentingannya. ”Di satu sisi banyak pengguna di media sosial juga tak tahu bahwa banyak informasi media sosial yang belum terverifikasi kebenarannya,” tambahnya.
Webinar yang dimoderatori Fikri Hadil itu juga menghadirkan narasumber Sekretaris LPM UNU Suharti, dosen Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta Denik Iswandani Witarti, serta Sherin Tharia sebagai key opinion leader.