Cyber sexual harassment merupakan perilaku pelecehan seksual online, yang dilakukan melalui platform digital seperti pesan visual, komentar sosial media, dan lainnya.
Itulah pemantik diskusi yang disampaikan dosen Universitas Sriwijaya, Krisna Murti, dalam webinar literasi digital dengan tema ”Menciptakan Ruang Digital yang Aman dari Kekerasan Seksual Online” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Debindo bagi warga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (18/11/2021).
Krisna mengatakan, bentuk dari perilaku pelecehan seksual online tersebut berupa aktivitas dalam mengirim pesan atau komentar yang melecehkan secara mental, ancaman atau hal yang tidak senonoh.
“Selain itu juga ajakan untuk melakukan aksi porno, konten porno, memperdaya korban menggunakan kata-kata seksis dan yang semacamnya,” ujarnya.
Menurut Krisna, tindakan seperti itu merupakan salah satu bentuk dari tantangan keamanan digital atau digital safety. Adapun yang dimaksud dari keamanan digital yakni sebagai sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital.
Baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman dan nyaman. Selain itu juga tidak hanya untuk mengamankan data yang dimiliki, melainkan juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia.
”Keamanan digital merupakan kemampuan untuk memaksimalkan keamanan personal penggunaan rasio keamanan saat menggunakan internet. Meliputi perlindungan diri dari kejahatan komputer secara umum,” tutur Krisna.
Krisna mengungkapkan tantangan dari keamanan digital lainnya seperti ancaman digital terus berkembang, sehingga pembaruan proteksi harus terus dilakukan. Kemudian juga kesadaran akan pentingnya melindungi data pribadi.
Selanjutnya, rekam jejak yang sulit dihapus dan selalu jadi incaran pengguna digital lain yang tak bertanggung jawab untuk melakukan suatu tindakan kejahatan. “Strategi penipuan semakin beragam, kejelian deteksi penipuan harus diasah dan konten digital semakin menarik ruang bermain terbatas. Untuk itu meningkatkan risiko kecaduan pada anak,” kata dia.
Krisna menamahkan, ketika seorang pengguna mengalami atau menerima konten negatif oleh pengguna lain ketika berinteraksi di platform digital, bisa dilaporkan ke s.id/laporkankonten.
Narasumber lainnya, Co-Founder Localin, Gervando Jeorista Leleng mengatakan pentingnya pengguna teknologi memiliki literasi digital, yakni sebuah konsep dan praktik yang bukan sekedar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologgi.
“Literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif,” kata dia.
Menurut Gervando, salah satu bentuk ancaman di ruang digital yakni cyberbullying. Menurutnya, dampak dari cyberbullying berupa menarik diri dari lingkungan dan kehilangan kepercayaan diri. Kemudian juga bisa depresi, pemarah, gelisah, pencemas, menyakiti diri sendiri dan percobaan bunuh diri.
Gervando mengatakan untuk menghindari menjadi korban dari cyberbullying ini yakni memahami informasi yang diakses dari berbagai sumber, memanfaatkan fitur report dan block, mengingatkan privasi akun.
“Saring komentar media sosial sebelum sharing. Skip atau unfollow konten yang dirasa tidak sesuai dan membawa dampak buruk, dan berkolaborasi menghasilkan konten positif,” ucapnya.
Dipandu moderator Nadia Intan, webinar yang dihadiri 324 peserta ini juga menghadirkan narasumber Denik Iswandani Witarti (dosen Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur), Yanuari Saputra (pegiat literasi), dan News Anchor RCTI, Shafinaz Nachiar, selaku key opinion leader.