Kementerian Kominfo RI kembali menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, kali ini dengan tema diskusi “Penguatan Moderasi Beragama Melalui Literasi Digital”, Kamis (25/11/2021). Tema diskusi dibahas dari sudut pandang empat pilar literasi digital yaitu digital ethics, digital skill, digital safety, digital culture.
Diskusi dipandi oleh Bella Ashary (Professional Public Speaker) dan diisi oleh empat narasumber: Muawwin (Co-founder Akademia Virtual Media), Nyarwi Ahmad (Direktur Ekesekutif Indonesia Presidential Studies), Siti Nurhidayati (Pengurus Departemen Data dan Sistem informasi PW Pergunu Jawa Tengah), Hery Nugroho (Wakil Sekretaris Pergunu Jawa Tengah). Serta Nindy Gita (Professional Public Speaker) sebagai key opinion leader.
Hery Nugroho (Wakil Sekretaris Pergunu Jawa Tengah) menyampaikan bahwa dunia digital berpengaruh pada semua aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, komunikasi, hingga transportasi. Kegiatan yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka langsung bergeser ke ranah digital. Oleh sebab itu masyarakat harus lebih meningkatkan kecakapan literasi digital agar penggunaan media digital dapat dilakukan secara berimbang.
Pentingnya literasi digital dalam bermedia karena di dalam ruang digital banyak sekali informasi hoaks yang disebar baik secara sengaja maupun tidak sadar. Media sosial sebagai platform yang paling banyak digunakan rupanya juga menjadi sasaran empuk penyebaran hoaks. Konten negatif seperti hoaks jika tidak dilawan akan menimbulkaan dampak buruk, salah satunya intoleran. Isu agama pun menjadi isu paling empuk untuk digoreng karena beragamnya agama dan keyakinan di Indonesia.
“Dalam menghadapi isu-isu tersebut maka diperlukan moderasi beragama. Yaitu cara pandang dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri,” ujar Hery Nugroho.
Nilai-nilai moderasi beragama itu meliputi tawassuth atau mencari jalan tengah, i’tidal atau adil, tasamuh atau toleran, assyura atau musyawarah, qudwah atau kepeloporan, ishlah atau perbaikan, muwathanah (cinta tanah air). Kemudian la ‘unf atau anti kekerasan, dan ‘urf atau menghormati budaya. Hal-hal tersebut penting untuk diimplementasikan untuk membentuk budaya digital yang aman dan nyaman.
“Penerapan nilai moderasi beragama bagi generasi muda bertujuan membentuk generasi yang moderat dan tidak mudah terpengaruh oleh dunia maya. Caranya dengan memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi, generasi muda perlu diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan positif yang konkret. Keluarga menjadi kunci penting dalam memaksimalkan pembaruan karakter yang positif melalui dialog dan pendidikan,” lanjutnya.
Sementara itu Siti Nur Hidayati menambahkan dalam menanamkan moderasi beragama di ruang digital juga harus didukung dengan kecakapan etis dalam bermedia. Sikap etis sudah diajarkan dalam setiap ajaran agama, untuk memenuhi tuntutan dan tantangan zaman etika sangat penting untuk memahami sesama.
“Perlu ada peningkatan kesadaran, sensitivitas, dan perilaku masyarakat. Sebab etika adalah soal kenyamanan dan berperilaku etis adalah cara menjalin jejaring yang aman serta nyaman,” jelas Siti.
Pemantapan nilai etis dalam menerapkan moderasi di ruang digital perlu didukung dengan kemampuan untuk megakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi infomasi. Serta berpartisipasi dalam memproduksi, mendistribusikan, serta berkolaborasi menciptakan tatanan lingkungan digital yang damai.
“Yang harus dilakukan adalah melawan banjirnya konten negatif dengan memproduksi dan mendistribusikan konten-konten positif dan sesuai fakta. Kebenaran informasi adalah sebuah keharusan agar tidak menimbulkan perpecahan akibat informasi yang salah. Tidak mendistribusikan konten negatif serta bersama-sama memerangi konten negatif,” tutup Siti.