Transformasi digital membawa perubahan besar dalam peradaban manusia. Era digitalisasi memudahkan manusia dalam melaksanakan pekerjaannya. Adaptasi adalah kunci dalam mengikuti perkembangan teknologi. Tema diskusi ”Transformasi Digital: Era Baru Interaksi Sosial” dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (1/12/2021).
Diskusi dipandu oleh presenter Rara Tanjung dan diisi oleh empat narasumber: Misbachul Munir (Pegiat Seni Tradisi), Widiasmorojati (Entrepreneur), Rizqika Alya Anwar (Head Of Operation PT Cipta Manusia Indonesia), dan Sigit Widodo (Ketua Dewan Pembina Internet Development Institute). Turut bergabung Safira Hasna (Wakil II Mbak Jateng 2019) sebagai key opinion leader. Tema diskusi dibahas narasumber dari perspektif empat pilar literasi digital, yaitu: digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethics.
Rizqika Alya Anwar melalui pemaparan materinya mengatakan bahwa digitalisasi di era transformasi teknologi bukan lagi menjadi opsi, tapi merupakan suatu kenyataan yan sudah terjadi dan harus dihadapi. Pada abad 21 manusia sudah dikelilingi dengan berbagai macam teknologi yang memberikan banyak peluang untuk dimanfaatkan.
Selain beradaptasi, kemajuan teknologi juga harus dihadapi dengan meningkatkan kecakapan digital. Mengoptimalkan penggunaan teknologi dengan prinsip growth mindset. Yaitu memiliki pemikiran terbuka terhadap kemajuan teknologi dengan merangkul berbagai tantangannya, gigih menghadapi rintangan, serta melihat usaha beradaptasi sebagai jalan untuk menjadi ahli, belajar dari kritik, berorientasi pada pada keyakinan diri untuk mau berkembang dan mau belajar.
“Ada beberapa nilai utama yang mesti dipahami dalam menghadapi digitalisasi. Yaitu mengasah kreativitas untuk menjelajahi berbagai sudut pandang dan potensi di media digital. Berkolaborasi untuk mengasah kemampuan dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Serta berpikir kritis dalam bermedia dan memanfaatkan media digital untuk kegiatan positif,” jelas Rizqika Alya Anwar kepada peserta webinar.
Digitalisasi juga merubah bentuk interaksi sosial dari pertemuan langsung menjadi secara virtual dengan sarana media digital. Namun yang perlu diingat adalah interaksi secara daring maupun luring sejatinya dilakukan dengan sesama manusia, sehingga harus tetap memahami keberagaman, menghargai dan mengormati perbedaan, serta mengedepankan toleransi.
“Dengan demikian interaksi sosial tidak hanya membutuhkan kecekapan intelektual tetapi juga secara emosional. Yaitu kemampuan untuk mengelola dan mengontol diri baik dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku. Sebab pada dasarnya aktivitas di ruang digital, apapun medianya, merupakan gambaran diri atau personal branding penggunanya,” lanjutnya.
Dalam interaksi sosial di ruang digital, masyarakat perlu membangun interaksi bermakna yang mengedepankan nilai-nila kemanusiaan, kebaikan dan kebajikan. Ada proses berpikir sebelum bertindak. Dalam menerima informasi harus dicek kembali fakta, data, dan sumbernya. Memberikan alasan logis, mampu mengontrol emosi, dan berpikir kritis.
Sementara itu Widiasmorojati menambahkan, dalam interaksi di ruang digital penting untuk memahami dan mengimplementasikan etika, bersikap dan berperilaku yang etis. Prinsip dasar etika dalam bermedia lebih diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis untuk menciptakan ruang digital yang positif, penuh kreatifitas, produktivitas, dan inovasi.
Prinsip dasarnya, etika dalam bermedia digital adalah memiliki kesadaran. Pengguna harus memiliki mindset dan tujuan serta arah yang positif, baik, dan benar secara sadar. Pengguna perlu menyadari kebutuhannya dalam berinternet. Analoginya, sebagai pelajar maka seyogyanya teknologi dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam kegiatan belajar.
“Bermedia digital juga harus dilakukan dengan prinsip integritas. Bagaimana membuat personal branding yang positif, sebab di ruang digital kita juga membawa integritas sebagai bangsa Indonesia yang artinya kita punya tanggung jawab untuk menjaga nama baik bangsa dalam setiap perilaku di ruang digital,” kata Widiasmorojati.
Apapun yang dilakukan pengguna di ruang diigital itu selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Prinsip etika dasar dalam bermedia digital adalah memiliki rasa tanggung jawab, tindakan kemauan untuk menanggung konsekuensi atas perilaku. Oleh sebab itu dalam bermedia hendaknya harus dilakukan dengan berpegang pada prinsip kebajikan.
“Dalam perspektif etika, bermedia digital itu untuk menciptakan ruang yang positif. Menggunakan media digital untuk kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebajikan. Di mana tidak hanya bijaksana untuk memberikan manfaat kepada orang lain, tetapi juga bijaksini, yaitu bermedia dengan meninjau manfaat bagi diri dan lingkungan di sekitarnya,” pungkas Widi.