Minim Urgensi dan Sarat Masalah
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan sangat minim urgensi dan sarat masalah. Ironisnya, mayoritas anggota DPR menunjukkan sikap setuju untuk mengesahkan RUU ini dan menempatkannya dalam prioritas legislasi nasional (Prolegnas). Demikian disampaikan koalisi #Vote4Forest dalam Diskusi Publik “Kajian Rekam Jejak Anggota DPR Dalam Proses Legislasi Rancangan Undang-Undang Terkait Isu Lingkungan dengan studi kasus RUU Perkelapasawitan”, 10 April, di Jakarta.
“Hasil kajian tersebut juga menunjukkan 93 persen anggota Badan Legislasi DPR periode 2014-2019 yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Perkelapasawitan akan kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat pada Pemilu 2019, sehingga penting bagi publik untuk mengetahui bagaimana rekam jejak serta kecenderungan sikap wakilnya dalam proses legislasi kebijakan lingkungan hidup,” kata Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan.
#Vote4Forest adalah inisiatif kolaborasi dari Yayasan Madani Berkelanjutan, WikiDPR dan Change.org Indonesia untuk memberikan informasi publik terkait rekam jejak anggota DPR pada isu lingkungan jelang Pemilu 2019.
“Kukuhnya pendirian wakil rakyat dalam upaya mengesahkan RUU ini tidak terlepas dari indikasi eratnya hubungan pejabat teras partai baik secara kepemilikan ataupun relasi industri di sektor kelapa sawit ini,” tambah Teguh. “Meski menuai polemik dan perdebatan serta mendapat penolakan dari pemerintah sebanyak dua kali, DPR tetap kukuh untuk membahas RUU Perkelapasawitan. Bahkan dalam Prolegnas 2019 RUU ini kembali masuk dengan dalih untuk melindungi kepentingan nasional.”
Dalam catatan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), selama tahun 2017 tercatat 111 peristiwa dengan 115 kasus konflik di areal perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditas penyumbang devisa negara, namun kelapa sawit juga turut mendorong pergerakan uang atau modal ilegal dari satu negara ke negara lain (illicit financial flows), pengemplangan pajak dan ledakan konflik lahan.
Laporan Konsorsium Pembaruan Agraria juga menjelaskan bahwa pangkal masalah tingginya konflik di sektor kelapa sawit adalah ketimpangan kepemilikan lahan antara petani kecil dengan korporasi swasta besar.
“Kajian Rekam Jejak Anggota DPR Dalam Proses Legislasi ini dilakukan terhadap anggota DPR RI di Badan Legislasi (Baleg) Periode 2014-2019 dan terlibat aktif dalam pembahasan RUU Perkelapasawitan. Hasil kajian menunjukkan bahwa dari 30 anggota DPR RI yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Perkelapasawitan, sebanyak 28 anggota akan kembali mencalonkan diri dalam Pileg 2019. Dan sebanyak 13 dari 28 anggota Baleg berasal dari Dapil yang di dalamnya terdapat korporasi besar sawit yang berkonflik dengan frekuensi beragam,” ungkap Adrian Putra dari WikiDPR.org.
Sikap anggota Baleg DPR RI terhadap RUU Perkelapasawitan tidak sepenuhnya ditentukan oleh ada atau tidaknya korporasi besar sawit dan konfliknya di Dapil mereka. Namun juga dipengaruhi oleh partai politik pengusungnya dan kaitan pendanaan partai politik dari korporasi besar sawit maupun patron client yang dimiliki anggota Baleg ini. 53 % anggota Baleg terindikasi mendukung RUU Perkelapasawitan ini segera disahkan, 36 % bersikap netral atau tidak menunjukkan keberpihakan dan 11 % menolak RUU Perkelapasawitan ini terus dibahas.
Jika ditelusuri relasi dan kepemilikan bisnis sawit dalam struktur partai politik yang terlibat dalam RUU Perkelapasawitan, setidaknya ada 6 partai dengan pejabat teras teridentifikasi memiliki hubungan bisnis sawit. Dan 4 fraksi yang memiliki kecenderungan mendukung disahkannya RUU Perkelapasawitan, yaitu Fraksi Golkar, PDIP, Nasdem dan Hanura, beberapa pejabat teras partai tersebut memiliki ataupun dekat dengan industri sawit.
“Kedekatan politis tersebut akan mendorong terakomodasinya kepentingan bisnis tersebut dalam regulasi yang diproduksi di lembaga legislatif, termasuk RUU Perkelapasawitan ini. Bahkan Fraksi Golkar dan PDIP merupakan pengusul RUU Perkelapasawitan,” tambah Adrian.
Desmarita Murni dari Change.org Indonesia menambahkan, “Dengan adanya kajian Vote4Forest ini kami berharap para pemilih mendapatkan informasi tentang rekam jejak wakilnya di DPR, sehingga dapat menentukan pilihan calon wakil rakyat yang tepat untuk menyuarakan aspirasinya.”