Oleh Fajar Sidiq Sukirnanto
Sihir mutahir kini kita jumpai karya seni di ruang publik, kembali menyoal kehadiran seni berbasis art market yang tampilan sungguh mengundang selera dari sudut pemahaman nilai estetika yang lain.
Bungkus seni dalam dinamika kekinian hadir dalam perhitungan investasi benda bernilai seni bahwa kebaharuan dan karya seni kekinian adalah kita mengenal jejak rekam jauh meninggalkan aspek luhur dari seni diagungkan dihormati di masanya dan bukan produk dagangan, persembahan yang terberi.
Ada kemungkinan ruang tumbuh yang tidak bisa diabaikan karena, jalan eksistensi kreator semakin dipertaruhkan di dalam ekspresi dan eksplorasi medium, jalan ini menjadi jaminan kreator milennial untuk menyentuhnya, mengambil posisi terdepan, sejak dibukanya kehdidupan industri seni pasca pandemi covid yang mengharukan itu.
Kesempatan dan peluang ruang tumbuh inilah yang menjadi peluang para spekulan seni, melihat iklim kesenian menempati arus utama, di dalam industri seni dan para pebisnis menjalankan roda usahanya mengambil sisi keberuntungan sebagai peluang, maka bersegeralah infrastruktur dibangun untuk arah pelegalan itu, pijakan tidak lagi mengandalkan parameter lama sebagai penentu eksistensi seperti Galeri Nasional dulu sebagai penjaga marwah seni budaya Indonesia.
Puncak puncak polemik kebudayaan yang mengharumkan lembaga seni Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Balai Budaya Jakarta tempat menempat para legenda, kini semakin mulai ditinggalkan. Dikarenakan dalam kerangka pertumbuhannya masih kurang beradaptasi dengan perubahan jaman yang terjadi, sementara arus perputaran karya seni tidak lagi dengan tata kelola dan manajemen seni yang kuno sebaiknya ditinggalkan agar kelayakan dengan spirit baru, belum dapat memenuhi selera baru yang inspirasi tak tertampung, kantong kesenian ini mulai kumuh dan ditinggalkan.
Maka usaha jalan program kesenian yang baik, diambilah jalan tengah dan langkah diambil pihak galeri independen, art motivator, event organizer, balai lelang, kurator, penggiat seni, art market, dan seterusnya, bersatu padu mencari kemujuran, dengan melibatkan ahli di bidangnya, peluang untuk ikut memajukan perkembangan seni kita ke arah nilai pasar yang berembus melalui jalur selera baru untuk dihidupkan sebagai kontribusi nyata.
Cerminan kita melihat masa depan seni tentunya juga mempertimbang jumlah para kreator dalam distribusi seni yang mengalir di iklim keterbukaan ini, seperti harapan kompetensi dan langkahnya diperhitungkan dengan matang, terukur dan terarah. Kepercayaan kreator pada ruang tumbuh ini yang membuat tesis, estalase dalam kudapan ini menjadi olahan inspirasi penulis, melihat jalan lain sebagai input pengamatan yang dapat dipercaya dikenali sumber edukasi seni.
Perhelatan demi perhelatan, eforia dalam panggung seni rupa, bermunculan art space, galeri di pusat ibukota senirupa Indonesia, urat nadinya pasar seni rupa, dan berkelebat memenuhi ruang publik seni bersama dengan carut marutnya pemetaan pemikiran dunia seni di dalamnya.