Kolom Denny Siregar
Keterlibatan seorang mantan Danjen Kopassus dalam aksi demo 22 Mei ini menunjukkan bahwa ada rencana berbahaya yang sedang disusun untuk Indonesia. Penyelundupan senjata jenis sniper yang dibongkar gabungan aparat kepolisian dan TNI, menguak tabir apa yang ingin mereka perbuat. Sniper itu digunakan untuk membuat kekacauan, tembakan jarak jauh menyasar ke arah demonstran atau petugas dengan niat mengadu domba.
Ini mirip dengan peristiwa Mei 98, di mana tiba-tiba ada tembakan dari sniper yang tidak diketahui dari mana arahnya dan siapa penembaknya.
Sesudah satu atau dua korban jatuh dari kedua pihak, maka narasi selanjutnya adalah menyalahkan pemerintah. Dan kemarahan rakyat ini akan dimobilisasi dengan kekuatan penuh melalui massa yang didatangkan dari daerah dengan membawa bom molotov sampai senjata tajam. Butuh korban jiwa untuk memperbesar api makar.
Selanjutnya, ketika jatuh korban, maka foto-foto dan video propaganda menyebar sampai ke dunia luar untuk membangkitkan kemarahan publik dunia. Dan diharapkan dari sana akan datang bantuan internasional dengan bahasa “menjaga keamanan” padahal akan memperkeruh suasana.
Itulah kenapa saya mempertanyakan sebuah organisasi berbaju kemanusiaan yang tiba-tiba sudah siap disana dengan alasan “kemanusiaan”.
Organisasi yang sibuk mengumpulkan donasi buat negara konflik ini, jejak digitalnya ternyata adalah penyuplai bantuan untuk para pemberontak Suriah. Dan mereka juga pendukung kubu salah satu Capres dengan membawa narasi agama.
Mereka sudah mempersiapkan banyak skenario untuk melakukan kudeta terhadap Presiden yang terpilih secara konstitusional. Kudeta ini penting bagi mereka, karena ini momen terakhir sebelum Jokowi akhirnya tanpa ampun membasmi akar-akar kejahatan mereka.
Siapa “mereka” itu ?
Banyak. Dan disatukan oleh kepentingan bersama. Ada para pengemplang pajak yang dananya di luar negeri sampai ribuan triliun rupiah. Ada kelompok mafia pangan sampai migas yang dulu kaya. Ada kelompok ormas yang tidak lagi mendapat dana bantuan sosial.
Dan di atas mereka semua, ada organisasi internasional bernama Hizbut Thahrir yang mengumpulkan semua kekuatan dana dan umat, kemudian berselingkuh dengan mantan militer, untuk membuat rusuh di negeri ini.
Untung polisi dan TNI sigap. Kekuatan aparat digabungkan membentuk benteng kokoh untuk menjaga negeri ini tetap ada.
Sejak sekarang, pemerintah seharusnya sadar bahwa gerakan makar atau kudeta ini tidak bisa dianggap main-main. Penggerak utamanya harus dihukum mati, karena dia berpotensi mengorbankan jiwa banyak orang demi ambisi.
Jangan korbankan demokrasi negeri ini. Jika kita lembek, kelak di Pemilu 2024 kita akan mengalami situasi yang bisa jadi lebih ngeri lagi, karena mereka merasa tidak mendapat hukuman keras dan punya potensi mengulangi.
Pakde Jokowi, hati-hati. Salam seruput kopi…