Catatan Kecil
Oleh Dra. Pradnyawati, MA
Terkait pemberitaan belakangan ini mengenai impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berdampak signifikan terhadap keberlanjutan industri tekstil nasional dan sebagian berujung pada penutupan pabrik dan PHK massal, muncul kemudian wacana Pemerintah untuk mengenakan bea masuk dengan besaran hingga 200% terhadap produk impor asal negeri tirai bambu tersebut guna melindungi industri dalam negeri.
Catatan kecil ini ingin mengingatkan kita semua pada hal-hal penting sebagai berikut.
Pengenaan bea masuk impor tinggi dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap daya saing industri dalam negeri. Dampak positifnya adalah ia memberikan perlindungan dari persaingan asing dengan meningkatkan harga barang impor agar tidak kompetitif di pasar domestik sehingga membantu industri dalam negeri mempertahankan pangsa pasarnya.
Tarif bea masuk tinggi juga menghasilkan penerimaan pemerintah yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan.
Namun dampak negatif dari penerapan tarif bea masuk tinggi ini adalah ‘pembebanan’ kepada konsumen dalam bentuk harga barang yang lebih tinggi dengan kualitas yang belum tentu lebih baik, dan berujung padamenurunnya belanja konsumen dan melambatnya perputaran roda ekonomi dalam negeri.
Kemungkinan ini cukup meresahkan di tengah menuurunnya daya beli masyarakat akhir-akhir ini. Tarif tinggi juga menciptakan inefisiensi perekonomian nasional karena menciptakan kondisi di mana perusahaan domestik dapat mempertahankan harga tinggi dan varian produknya di pasar tanpa persaingan dari produk impor yang mungkin saja lebih cost-effective dan berkualitas.
Hal ini dapat menyebabkan tidak saja menurunnya inovasi industri yang bersangkutan tetapi juga berkurangnya pilihan bagi konsumen dalam negeri dan menjadi insentif bagi mereka yang mampu untuk berbelanja murah di negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Dalam konteks wacana penerapan bea masuk tinggi terhadap impor TPT dari China ini maka Pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, Indonesia dan China terikat dalam pakta perdagangan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang berlaku efektif sejak tahun 2010.
Perjanjian yang menghapuskan tarif untuk 94,6% ekspor asal Indonesia ke China ini juga mencakup preferensi bea masuk impor tekstil dari China ke Indonesia menjadi 0-5% untuk bahan baku tekstil (kapas, benang dan bahan kimia), produk tekstil (pakaian, tas dan peralatan rumah tangga), dan mesin-mesin.