Harga emas (XAU/USD) berusaha mempertahankan momentum pemulihan dari level terendah satu pekan sebelumnya. Pada Rabu (18/12), pergerakan harga emas cenderung fluktuatif dengan perubahan kecil menjelang pembukaan sesi Eropa. Kondisi pasar yang penuh kehati-hatian ini disebabkan oleh para pelaku pasar yang menunggu keputusan penting kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) dari Federal Reserve (The Fed) yang diumumkan pada dini hari tadi.
Menurut Andy Nugraha, analis Dupoin Indonesia, emas kembali berada dalam tekanan bearish. Hal ini didukung oleh kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average yang menunjukkan dominasi tren penurunan (bearish) pada XAU/USD. Andy memproyeksikan bahwa harga emas hari ini berpotensi turun hingga level $2.580. Namun, jika terjadi rebound, emas memiliki peluang naik menuju level $2.616 sebagai target terdekat.
Salah satu faktor utama yang membatasi kenaikan emas adalah spekulasi bahwa Federal Reserve akan mengambil sikap yang kurang dovish. Ekspektasi ini telah mendukung kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan menguatkan Dolar AS (USD).
Dengan emas yang tidak memberikan imbal hasil, penguatan USD menjadi tekanan tambahan bagi logam mulia ini. Pada hari Kamis (19/12), harga emas terkoreksi di level $2.586, konsisten dengan tren bearish yang mendominasi.
Namun demikian, risiko geopolitik yang berlarut-larut dapat memberikan dukungan bagi emas sebagai aset safe-haven. Konflik yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, ketegangan di Timur Tengah, serta kekhawatiran perang dagang menjadi faktor yang membatasi penurunan harga emas lebih lanjut.
Ukraina baru-baru ini mengklaim adanya ledakan di Moskow yang menewaskan kepala pasukan perlindungan senjata nuklir dan kimia militer Rusia, Igor Kirillov, yang meningkatkan risiko eskalasi ketegangan. Selain itu, konflik antara kelompok yang didukung Turki dan Kurdi di Suriah serta perkembangan negosiasi antara Israel dan Hamas juga memberikan pengaruh terhadap sentimen pasar.
Dari sisi data ekonomi, laporan Biro Sensus AS pada hari Selasa menunjukkan bahwa penjualan ritel melonjak 0,7% pada bulan November, melampaui ekspektasi pasar sebesar 0,5%. Data ini menunjukkan momentum ekonomi AS yang kuat.
Meskipun demikian, dampaknya terhadap spekulasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve cenderung kecil. Dengan belanja konsumen yang kuat, ketahanan ekonomi, dan inflasi yang lebih hangat dalam beberapa bulan terakhir, The Fed diperkirakan akan menghentikan siklus penurunan suku bunganya pada pertemuan bulan Januari mendatang.
Prospek The Fed yang kurang dovish telah mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun ke level tertinggi sejak 22 November. Hal ini memberikan hambatan tambahan bagi emas. Dalam konteks ini, Andy Nugraha menekankan pentingnya menunggu adanya penurunan lanjutan yang kuat sebelum memposisikan strategi baru pada emas.
Secara keseluruhan, emas menghadapi tekanan dari berbagai faktor fundamental, termasuk penguatan USD dan kenaikan imbal hasil obligasi AS. Namun, dukungan dari sentimen safe-haven yang dipicu oleh risiko geopolitik dapat membatasi penurunan harga.