Jumat, April 19, 2024

Kredit seret, dana bank melimpah

Must read

Siksa Kubur

Oleh Eddy Herwanto

Sudah lama Suryono ingin punya rumah sendiri. Selama lima tahun lebih dia, isteri, dan tiga anaknya tinggal di rumah kontrakan yang selalu kebanjiran bila hujan. Calon rumah sudah diperoleh, Bank BNI 1946 sudah mensurvai termasuk meminta kelengkapan dokumen rumah. Namun BNI tak kunjung memutuskan permohonan KPR sejak Agustus 2020, sekalipun rekening usaha Suryono di BNI aktif dan cukup besar transaksinya..

Bankir menahan kredit? Agak aneh mengingat para bankir kini sedang busung kenyang: perut kembung karena dana masyarakat mengalir deras tapi mereka susah BAB ke belakang. Sampai 30 November 2020, dana masyarakat (bagian terbesar merupakan deposito) yang tersimpan di perbankan mencapai lebih dari Rp6.702 triliun atau tumbuh 10,3% di atas angka November 2019. Pertumbuhan tinggi terjadi pada simpanan di atas Rp100 juta.

Sedang simpanan sampai dengan Rp100 juta justru menurun. Ini bisa mengindikasikan masyarakat yang terkena PHK atau dirumahkan akibat pandemi Covid-19 mulai menarik simpanan mereka untuk membiayai rumah tangganya. Sementara kelas menengah, atau bisa juga pengusaha, semakin banyak memarkir dana mereka di perbankan sambil menunggu tanda tanda meredanya penyebaran wabah Covid-19.

Dana masyarakat yang menjadi sumber utama dana pihak ketiga (DPK) perbankan biayanya tidak murah. Deposito rupiah yang merupakan sumber DPK terbesar imbalan bunga yang diberikan perbankan antara 3% s/d 4%. Bunga tabungan di bawah angka itu. Dengan DPK yang diperolehnya itu, termasuk dana yang berasal dari penerbitan surat berharga dan penambahan modal negara, bank memberikan kredit untuk membiayai kegiatan usaha nasabahnya.

Tapi perbankan tidak gencar menggelontor pembiayaan nasabahnya. Indikasinya bisa dilihat pada periode Januari – November 2020 kredit hanya tumbuh 6% dari Rp4.575 triliun ke Rp4.675 triliun. Jauh di bawah pertumbuhan DPK masyarakat yang 10,3%. Akibatnya, hingga November 2020 itu, perbankan punya kelebihan likuiditas (tunai) hampir Rp2.100 triliun. Jumlah sangat besar, hampir tiga kali lipat dari nilai aset Bank BNI 1946 pada September 2020.

Kelebihan likuiditas itu antara lain juga berasal dari penurunan giro wajib minimum di Bank Indonesia (terutama) sebesar Rp155 triliun yang dikembalikan ke kantung para bankir. Kepada empat bank BUMN (Bank BRI, Mandiri, Bank Negara 1946, dan Bank Tabung Negara), pemerintah bahkan menambah modal melalui dana talangan, atau kelak menjadi Penyertaan Modal Negara hingga Rp30 triliun.

Dengan alasan banyak sektor usaha masih lunglai dihantam kelesuan permintaan akibat pembatasan kegiatan usaha, bank irit dan selektif memberikan kredit. Langkah itu diperlukan untuk mengurangi munculnya kredit macet (nonperforming loan) yang akan memengaruhi rasio loan to deposit mereka. Sehingga selama tahun 2020, bank sangat sibuk melakukan restrukturisasi pinjaman para nasabahnya (terutama UMKM).

Sampai 5 Oktober 2020, menurut catatan OJK, nilai kredit perbankan yang direstrukturisasi mencapai Rp914,65 triliun dari 7,53 juta debitur. Dari jumlah itu nilai restruktursasi UMKM berjumlah Rp361,98 triliun (5,88 juta debitur), dan nonUMKM Rp552,69 triliun (1,65 debitur). Dengan restruktursasi itu bank tidak akan menerima cicilan utang pokok dan bunga sampai periode tertentu.

Pemerintah melalui Kementrian Keuangan kemudian memberikan kompensasi dalam bentuk subsidi bunga untuk UMKM melalui perbankan yang 51% sahamnya dimiliki orang Indonesia dan termasuk dalam bank 15 besar dalam ukuran kekayaan, dengan dana tunai Rp34,15 triliun. Kemenkeu menyatakan subsidi bunga itu bukan merupakan injeksi likuiditas, karena soal penambahan likuiditas ke perbankan bukan wewenang Kemenkeu.

Lumayan, sekalipun kompensasi subsidi bunga itu relatif kecil dibandingkan dengan menurunnya arus kas masuk dari cicilan utang pokok dan bunga nasabah.

Akibatnya, kemampuan bank untuk memberikan pinjaman baru jadi berkurang; sedang pendapatan operasional bank dari bunga pinjaman juga akan turun sehingga laba bank pada 2020 diperkirakan akan lebih rendah di bawah 2019.

Sebut saja laba Bank BNI 1946 yang anjlok hingga 63,9% dari Rp11,97 triliun (September 2019) ke Rp4,32 triliun (September 2020). Sementara itu bank juga harus memperbesar pencadangan untuk menanggulangi kredit macet.

Toh kredit tetap seret keluar. Padahal Bank Indonesia selama 2020 sudah 4 (empat) kali menurunkan suku bunga acuan 7 hari (BI 7-Days Reverse Repo Rate) dari 5% ke 4,75% (20 Feb.2020) hingga terakhir 3,75% (19 Nov 2020) agar bank berani menyalurkan kredit. Tapi para bankir, terutama bank BUMN, lebih suka membeli surat berharga Negara (SBN) yang aman dengan suku bunga menarik. Sehingga pada 2020 pembelian SBN perbankan nasional mencapai Rp753,4 triliun.

Jika ditambah dengan pembelian SBN sebelumnya, maka portofolio SBN perbankan seluruhnya mencapai Rp1.375,6 triliun. Besarnya akun SBN di baki aset bank itu jelas tidak sehat. Usaha memperkuat otot empat bank BUMN dengan Rp30 triliun justru menambah biaya Kementrian Keuangan yang harus memberi imbalan atas SBN yang dibeli bank BUMN itu. Rada aneh, duit dari Kemenkeu dipakai untuk membeli SBN, dan bank mendapat imbalan lagi dari Kemenkeu.

Jadi dana talangan, atau tambahan penyertaan modal negara, sebesar Rp30 triliun itu bisa dipandang diberikan secara terburu-buru. Apalagi pada saat bersamaan BI mengembalikan secara bertahap dana perbankan dari giro wajib yang tersimpan di BI sehingga perbankan kebanjiran rupiah. Kelebihan likuiditas yang hampir Rp2.100 triliun itu mengindikasikan koordinasi antara Kemenkeu (otoritas fiskal) dan BI (otoritas moneter) lemah.

Jadi sakit perut perbankan nasional bukan melulu karena dana masyarakat sebagai sumber utama DPK masuk dengan deras, sementara para bankir masih takut menambah kredit atau memberikan kredit baru. Tapi juga lantaran ada kelemahan koordinasi Kemenkeu dan BI. Pelonggaran pada rasio kredit bermasalah tampaknya diperlukan agar perbankan berani menambah portfolio kredit mereka supaya sektor usaha tidak mati tenggelam.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article