Jumat, Maret 29, 2024

SUKSESI

Must read

Presiden kebal hukum?

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Menjelang pemilu, orang biasanya mulai memikirkan masalah suksesi. Terlepas dari masalah politik yang mungkin sulit dipahami oleh orang awam, kita akan berpikir siapakah pengganti presiden kita yang cemerlang ini? Apakah si calon  bisa menggantikan perannya, kekreatifan, dan keberaniannya? Apakah ada orang yang sudah dipersiapkannya?

Banyak orang memandang keturunannya. Apakah pemimpin mempersiapkan putra-putrinya untuk meneruskan tongkat estafet? Namun, kita pasti bertanya-tanya, apakah mereka juga akan memiliki kompetensi seperti orangtuanya? Tidak sekadar menyandang nama besarnya.

Dalam skala yang lebih kecil, pemilik perusahaan yang ingin terus berkembang pun pasti memiliki keprihatinan yang sama. Siapakah yang akan menjadi penggantinya nanti? Apakah penggantinya ini akan memiliki kompetensi yang setara atau bahkan lebih baik darinya untuk menghadapi masa depan yang semakin menantang? Bagaimana memastikan penggantinya nanti memiliki visi misi yang sama dengannya.

Banyak sekali yang menganggap suksesi sebagai suatu upaya tambahan, bukan prioritas utama. Banyak pimpinan yang menunda-nunda upaya ini, bahkan separuh berharap bila sampai saatnya tiba, dengan sendirinya akan ada sosok yang dirasa tepat.

Memang, di perusahaan mobil Chrysler, tiba-tiba muncul sosok Lee Iacoca yang mampu melakukan reformasi besar-besaran. Namun, seberapa sering keberuntungan ini terjadi? Bukankah lebih banyak perusahaan yang apinya padam setelah pimpinannya lengser?

Pada lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah mapan, kita bisa menyaksikan persiapan sangat serius yang dilakukan bagi talenta-talenta yang cemerlang. Rotasi agresif pun dilakukan agar penguasaan lapangan mereka semakin tajam dan komprehensif.

Sementara pada masa pandemi ini, ada beberapa gejala yang cukup dinamis. Irama perubahan cepat sekali terjadi. Ekonomi you only live once (YOLO) membuat generasi muda tidak bercita-cita untuk menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja seumur hidup. Artinya, masa persiapan para suksesor juga menjadi lebih singkat.

Terlepas dari bagaimana metode yang dilakukan, kita meyakini bahwa mempersiapkan suksesor pasti lebih baik daripada tidak sama sekali. Organisasi yang menyiapkan suksesi akan secara aktif melakukan man power planning, menjaga talenta-talentanya dan memperkuat retensi sumber daya manusia (SDM) sebaik-baiknya.

Jadi, mengapa masih banyak lembaga yang sama sekali tidak memikirkan rencana suksesi? Mereka sadar bahwa bila terjadi keadaan darurat, sementara organisasi masih belum siap, dampaknya tentu akan sangat besar.

Banyak yang mengatakan mereka tidak tahu bagaimana membuat program suksesi yang terstruktur. Mereka sadar bahwa calon suksesornya masih belum mumpuni, tetapi kesulitan menelaah kompetensi apa yang sudah baik dan mana yang perlu dikembangkan untuk menghadapi masa depan yang mungkin lebih sulit lagi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article