KALAU dulu para pengguna Internet lebih banyak bersikap pasif, kini di era Web 2.0, yang ditandai dengan hadirnya social media – sebutlah Facebook, Twitter, Kaskus, Plurk, Koprol, Foursquare, dan lain-lain, pengguna Internet makin interaktif saja.
Apalagi pemakaiannya tidak sebatas via desktop dan notebook saja, tapi juga perangkat lain yang lebih mobile, mulai dari BlackBerry, iPhone, hingga iPad.
Fenomena social media di Indonesia, bahkan sempat menempati peringkat ketiga negara dengan jumlah pengguna Facebook terbanyak di dunia, di bawah AS dan Inggris. Indonesia juga menduduki jumlah pengguna Twitter terbesar di Asia.
Jakarta ibukota negara Indonesia bahkan telah diklaim sebagai ibukota Tweet di Asia, bukan karena jumlah penggunanya tetapi juga kontribusi trending topic di Twitter dari Indonesia.
Andy Sjarif, Group CEO SITTI, menggambarkan fenomena gaya hidup digital, terutama kehadiran social media yang menghebohkan ini.
“Banyak perubahan dramatis yang menyentuh setiap aspek kehidupan manusia telah, masih dan akan terus dikontribusikan oleh dunia digital, termasuk media sosial di dalamnya. Google tumbuh dari perusahaan berpendapatan Rp2 miliar menjadi Rp230 triliun dalam waktu 10 tahun. Facebook adalah ‘negara’ terbesar ketiga di dunia dengan 500 juta lebih ‘penduduk.’ Twitter adalah ‘rumah’ yang dihuni jutaan broadcasters dengan jutaan aspirasi dan opini,” katanya.
Social media bukan saja jejaring sosial, tapi juga bisnis. Tidak heran, berbagai perusahaan dan individu menggunakan media ini sebagai alat untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis dan popularitas. Penggunaan social media secara efektif merupakan strategi yang ampuh untuk strategi pemasaran dan public relations.
Fenomena social media dan keberhasilan Google di dunia maya telah menginspirasi Andy Sjarif mengembangkan SITTI (Sistem Iklan Teknologi Teks Indonesia), yakni iklan konstektual berbasis teks berbahasa Indonesia.
Mesin SITTI alias Google ala Indonesia mampu membaca dan memaknai lebih dari 600 juta halaman web berbahasa Indonesia. Dengan software itulah Andy Sjarif berani menantang Google Inc, penyedia search engine paling populer di dunia.
“Bukan layanan search engine yang dilawan, namun platform iklan kontekstual seperti AdSense dan AdWord,” kata pria 39 tahun ini.
Mungkin terlalu arogan kalau menantang Goggle, yang kini mengembangkan berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Ia menceritakan, algoritma system SITTI hanya dikerjakan oleh lima orang dalam waktu dua tahun. Adapun algoritma Google dikerjakan oleh ribuan orang.
“Ibaratnya, modal kami hanya nekat dan teh botol,” jelas peraih Bachelors in Business Administration (BBA) dari University of Missouri at Kansas City (1993) dan Masters in Business Administration (MBA) dengan spesialisasi di Direct Marketing and International Business dari University of Missouri at Kansas City (1995).
Andy mengatakan, keunggulan SITTI terletak pada penggunaan bahasa Indonesia. Google tidak bisa mengaitkan dengan bahasa Indonesia. Buktinya, SITTI mengalahkan Google dalam klik, click through rate (CTR), impression, dan semua kategori.
“Kami mengalahkan mereka dengan algoritma dan tentu lebih baik dalam hal bahasa Indonesia,” kata cicit pujangga besar Marah Roesli yang terkenal dengan karyanya “Siti Noerbaja” itu.
Pada tahap awal, SITTI memberlakukan pemasangan iklan gratis untuk mempromosikan diri, tapi sekarang dengan tarif yang normal pun, peminatnya makin lama makin bertambah, sekitar 900 klien.
“Sekitar 60% adalah UKM – usaha kecil menengah,” ujar pria berbadan subur ini.
Bagi perusahaan besar, iklan kontekstual bisa menjadi solusi untuk mendukung bisnis mereka masuk ke dunia digital sekaligus bisa mengubah paradigma tentang dunia digital itu sendiri.
“Karena di digital, yang telah dibuktikan Google, yang penting adalah relevancy and context, sedangkan dalam traditional market, recent frequency yang penting,” kata kelahiran 11 Juli 1971 ini.
Namun, menurut Andy, SITTI lebih memfokuskan diri untuk menggarap pasar UKM. Ia berani menggaet UKM sebagai pasarnya karena sebagian besar UKM sekarang sudah melek digital.
Sejak di Amerika
Tapi mengapa Andy tertarik ke dunia internet? Menurutnya, tepatnya bukan internet, tapi ia tertarik pada data analitik. Semua hal bisa dianalis dengan data, baik dengan survei besar atau riset kecil-kecilan. Dan untuk kasus riset di internet, metodenya bukan sampling, tapi sensus. Itu yang dilakukan Google, juga SITTI.
Menurut Andy, yang membuat SITTI berbeda adalah passion, gairah para pekerja di belakangnya. Semua orang yang bekerja di SITTI, dikatakannya, memiliki tujuan yang sama untuk menumbuhkan “ekonomi Internet” di Indonesia.
SITTI adalah perusahaan start up yang ia rintis setahun belakangan. Tapi ide dan gagasannya bukan semalam dua malam, tapi sejak 13 yang lalu ketika ia masih bermukim di Amerika Serikat.
“Saya banyak melakukan eksperimen, dan banyak melakukan kesalahan juga,” kenangnya, sebelum menemukan SITTI dengan model bisnis yang sekarang ini.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di AS, dalam pertukaran pelajar Indonesia – AS pada masa SMA, Andy langsung jatuh cinta. Bukan karena tidak nasionalis, tapi ia ingin merasakan atmosfer kehidupan modern. Itu sebabnya ia memilih meneruskan kuliah di Negeri Paman tersebut.
Di Kansas City, kota sebesar Jakarta tapi dengan jumlah penduduk yang hanya 2 juta jiwa, ia bisa bergaul dengan manusia berbagai etnis. Tidak hanya kuliah, ia pun sempat beberapa tahun bekerja dan bergaul dengan para profesional global.
Akan halnya kehidupan percintaan Andy mengaku pernah beberapa kali berpacaran dengan cewek-cewek bule, meski ia enggan dicap playboy. Bagaimana tipe cewek idamannya?
“Secara fisik, kalau banyak pria menyukai seputar paha dan dada, saya mungkin penggemar betis indah,” katanya sambil tertawa.
Mungkin itu salah satu sebabnya, ketika pulang ke Indonesia sepulang dari AS, ia menjatuhkan pilihannya kepada Tiara Lestari. Banyak teman-temannya yang kaget, bahkan keluarganya sendiri waktu itu.
Maklum, Tiara yang model itu pernah menghebohkan karena berani tampil telanjang untuk sampul majalah Playboy (Spanyol) edisi Agustus 2005. Andy mengaku cinta kadang-kadang tidak rasional, dan ia pun berani mengambil keputusan menikahi Tiara dengan segala risikonya, pada 1 April 2006.
Wanita cantik menurut Andy bukan semata-mata fisik, tapi ia harus punya sense of purpose. Meski dia seksi, tapi kalau tidak punya tujuan hidup yang jelas, serasa kosong. “Berumah tangga itu pada dasarnya ada tiga; love, trust dan respect,” kata Dr. Utami Roesli itu.
Andy sama sekali tidak menyesal dengan pilihannya, apalagi pasangan yang berbahagia itu dikaruniai seorang anak yang lucu, yang diberi nama Rania Kancana Tadya Dalima Sjarief, yang lahir pada 20 Juli 2007. “Ini adalah berkah terbesar dalam hidup saya,” katanya.
Kalau Rania berkah, SITTI adalah harapan. Boleh dikakatan SITTI adalah perusahaan start up dengan ide yang brilian.
Andy tidak keberatan kalau ia dicap sebagai penentang arus, apalagi dalam sejarah keluarga, sejak buyutnya Marah Roesli yang berani berbeda, pamannya Harry Roesli yang nyeleneh, bahkan ibunya, Dr. Utami Roesli yang dikenal sebagai penganjur pentingnya ASI (faktanya ASI eksklusif dapat mencegah 30.000 kematian balita) – yang banyak ditentang perusahaan susu formula pastinya.
Jadi, tidak berlebihan kalau Siti Noerbaja adalah “penentang arus” abad 19, maka SITTI adalah fenomena abad 21!
(Burhan Abe/Photo: M.I. Mappasenge)