Kamis, Desember 19, 2024

4 Pertanyaan untuk calon pemimpin

Must read

“Waste no more time arguing about what a good man should be. Be one.” – Marcus Aurelius

Memimpin bisa merupakan proses perjalanan intelektual dan spiritual, di antaranya bagi Marcus Aurelius, salah seorang Kaisar Roma yang dikenal sebagai filsuf juga.

Marcus Aurelius adalah satu dari yang disebut Five Good Emperor, para kaisar yang menegakkan sistem suksesi kepemimpinan berdasarkan seleksi atas kemampuan kandidat. Pemilihan kaisar dengan cara ini telah mencegah perang saudara selama hampir 100 tahun.

Marcus Aurelius dalam kepemimpinan dan kehidupan sehari-hari tercatat dalam sejarah telah mempraktikkan stoicism, bagian dari ajaran filsafat Hellenistic. Stoicism dirintis oleh Zeno of Citium di Athena awal Abad ke-3 Sebelum Masehi. Filosofi ini menekankan kebajikan pada behavior, bukan kata-kata.

Ajarannya mengingatkan kita bahwa kehidupan yang kita jalani hanya sebentar dan betapa di dunia ini banyak hal tak terduga. Intinya bagaimana action, bertindak nyata secara bijak. Stoicism tidak perduli pada teori-teori pelik tentang dunia, tapi mengutamakan pada bagaimana membantu kita bertindak tepat, selamat dari jebakan membiarkan emosi destruktif; bukan memperpanjang debat.

Meditations, buku catatan harian kepemimpinan Marcus Aurelius selama mengelola kekaisaran Roma, ketika memimpin pasukan mengatasi pemberontakan di pelbagai wilayah, dan saat menghadapi gejolak politik di dalam negeri, tahun 2018 kemarin telah diterbitkan ulang.

Buku tersebut barangkali relevan dengan zaman. Belakangan ini sebagian pemimpin punya kecenderungan bertindak (diindikasikan) tanpa ada pemikiran mendalam sebelumnya untuk mendukung tindakan tersebut.

Bahkan ada yang kebetulan berada di level kepemimpinan nasional enak saja melemparkan makian atau kata-kata kasar lainnya di depan publik. Satu di antaranya Presiden Trump.

Dalam realitas sekarang, ketika interaksi fisik dan nonfisik antar bangsa sudah makin pelik, memilih calon pemimpin organisasi (bisnis dan nonprofit), sampai ke level kepemimpinan negara, perlu perspektif baru.

Ada empat pertanyaan mendasar yang perlu diajukan untuk menguji kelayakan seorang kandidat – pertanyaan-pertanyaan ini disarikan dari hasil survei dengan responden 200 organisasi multinasional plus sejumlah lembaga pemerintahan di enam benua (disponsori Accenture).

Photo by Samantha Sophia on Unsplash

Pertanyaan pertama, apa saja langkah calon pemimpin yang akan kita pilih mengupayakan keberhasilan organisasi atau institusi yang dikelolanya? Termasuk dalam pertanyaan ini adalah bagaimana kemampuannya memimpin proses kerja dan eksekusi; penggunaan teknologi (untuk kemajuan bersama atau digunakannya untuk manipulasi pencitraan); ketulusannya mengabdi pada para pemangku kepentingan; dan kesungguhan meningkatkan keunggulan kompetitif.

Pertanyaan kedua, bagaimana seorang kandidat menyikapi perubahan? Termasuk di dalamnya adalah kemampuan seorang pemimpin mengantisipasi peluang di tengah arus perubahan tatanan ekonomi, sosial, dan politik global.

Pertanyaan ketiga, apa saja buktinya tuan/puan (calon) pemimpin mampu mengelola perbedaan, keragaman anggota tim, dan diversity para pemangku kepentingan?

Kalau seseorang yang mengaku sanggup memimpin hanya perduli pada satu golongan pemangku kepentingan saja, perlu dipertanyakan kehandalannya membangun persatuan dan mengelola realitas institusi atau suatu wilayah negara yang didukung oleh manusia-manusia dengan segala perbedaannya (tingkat kecerdasan, keyakinan, kemampuan ekonomi, etc).

“… Apakah si pemimpin mampu membangun dialog konstruktif dengan para pemangku kepentingan?” 

Pertanyaan keempat, bagaimana caranya berkomunikasi? Dalam interaksi antar manusia, segala hal yang kita lakukan adalah komunikasi. Apakah bahasa tubuh dan ucapan-ucapan (calon) pemimpin memperlihatkan dirinya sebagai sosok dengan integritas tinggi atau hipokrit? Apakah si pemimpin mampu membangun dialog konstruktif dengan para pemangku kepentingan? Apakah dia bisa memberikan clarity untuk visinya dan mengajak para pemangku kepentingan berkembang bersama?

Untuk para ekskutif dan leader di organisasi-organisasi multinasional atau yang benar-benar siap memenangi kompetisi global, di Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) kami mempraktikkan Global Leadership Assessment (GLA).

Mengukur secara holistik, lebih menukik lagi dibanding empat pertanyaan dasar tersebut di atas, terhadap kompetensi kepemimpinan setiap eksekutif dalam menyikapi globalisasi. Agar dapat action lebih bertanggungjawab dan reliable.

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Coaching, Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching, Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment, Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article