Kolom Mohamad Cholid
Sebagai General Manager sebuah hotel eksklusif ternama di Paris, Jean Pierre memenuhi semua patokan yang berlaku dalam pergaulan kalangan atas negeri itu. Penampilannya elegan, tutur bahasanya memperlihatkan adab yang terpuji, plus mampu memilih anggur terbaik untuk melengkapi makan malam istimewa kalangan elite.
Dengan segala atribut dan kompetensinya tersebut, J P ternyata masih konsisten empat kali dalam setahun menjadi bellman. Pada hari-hari menjadi pegawai level bawah tersebut, J P masuk kerja tidak melewati lobi yang megah, tapi lewat pintu karyawan di sisi belakang hotel. Sama seperti para pegawai lain, ia juga mesti melalui security clearance, mengisi daftar hadir, turun ke basement dua, masuk ruangan locker ganti seragam bellman berikut topinya.
Dengan seragam itu, J P menyambut tamu di tepi jalan, membantu menurunkan koper-koper mereka, dan mengantarkan mereka sampai kamar – termasuk saat hujan, dia juga sigap dengan payung. Untuk mendampingi para tamu bersama koper-koper mereka sampai kamar pilihan, J P sering pula mendapatkan tip.
Kegiatan penting J P saat mendampingi para tamu sampai ke kamar mereka adalah mengajukan pertanyaan sejumlah hal mendasar, di antaranya, “Apakah Bapak/Ibu sudah pernah menginap di sini sebelumnya?”. Kalau tamunya pernah menginap, pertanyaan J P selanjutnya biasanya, “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu sekarang dibanding saat menginap dulu?”, atau “Apakah ada saran-saran dan keinginan Bapak/Ibu yang sebaiknya dikerjakan hotel ini agar Bapak/Ibu lebih senang di sini dan tidak tergoda menginap di hotel lain?”
Saat makan siang dan malam bersama karyawan, duduk di tengah mereka, J P juga mendengarkan dengan intens segala macam cerita dan sharing, serta masukan untuk manajemen. Ia juga sharing banyak hal, termasuk input dari tamu.
Pada saat berseragam bellman itu, para karyawan umumnya mengetahui, J P adalah GM mereka. Tapi para tamu kebanyakan tidak menyadari yang mengangkat koper mereka adalah bos hotel tersebut. Bagi para karyawan umumnya, melihat pemimpin mereka ikut mendorong troli melewati lobi dan kadang juga memayungi tamu saat hujan, membuat mereka bangga jadi tim J P.
Fakta tersebut diceritakan oleh Ron Kaufman. Ketika saya dan sekitar seratus eksekutif/ business owners dari pelbagai negara mengikuti workshop Ron Kaufman beberapa tahun silam di Beijing, dia sudah belasan tahun menjadi konsultan pemerintah Singapura, meningkatkan kualitas pelayanan di sektor publik (termasuk Bandara Changi) dan sederet institusi (bisnis dan nonprofit) lainnya.
Ron, berdasarkan sejumlah tambahan pengalaman lain di negara-negara yang berbeda, kemudian menulis buku Uplifting Service (2012). Spirit hidupnya menarik: “Making other feel good somehow makes you stronger.” Katanya pula, kalau kita memberikan dorongan dan peluang kepada orang lain dengan pantas, mereka bisa bangkit, bahkan kemampuannya membangun komitmen dan berkontribusi bisa mengagumkan.
Meningkatkan efektivitas kepemimpinan, membangun sikap saling percaya antara para leader dengan tim, saling mendukung dan memberikan energi positif, telah terbukti dapat mendorong kinerja organisasi jadi lebih baik. Ini berlaku di industri apa pun, dari media, telekomunikasi, manufaktur, hospitality, dll.
“.. Lead with respect, meningkatkan kualitas komunikasi dan memperbesar komitmen untuk meningkatkan prestasi organisasi, mulai diterapkan oleh sejumlah organisasi di Indonesia.”
Kata Marshall Goldsmith, executive & leadership coach terkemuka di dunia, untuk ke level itu kita sepantasnya mempraktikkan, “Lead with respect.”
Berdasarkan pengalamannya lebih dari 25 tahun sebagai coach para CEO organisasi-organisasi multinasional (sebagiannya masuk Fortune 500), Marshall Goldsmith menekankan agar para leader sepatutnya bersikap rendah hati, menjadi pendengar efektif, dan menghargai expertise orang-orang di sekitarnya. “Ini signal adanya rasa hormat terhadap tim, dan mereka akan mengerahkan kemampuan terbaik mereka.”
Lead with respect, meningkatkan kualitas komunikasi antar departemen dan memperbesar komitmen para karyawan untuk meningkatkan prestasi organisasi, mulai diterapkan oleh sejumlah organisasi di Indonesia.
Di antaranya sebuah hotel berbintang yang belum lama ini memperoleh award sebagai hotel terbaik di kelasnya, membangun tradisi baru, agar dari kondisi baik sekarang menjadi lebih baik lagi, dan berupaya untuk jadi hebat (from good to great). Demikian pula di hotel lainnya, Sang GM sudah merintis upaya-upaya baru meningkatkan harkat karyawan, “memanusiakan” dan mengembangkan mereka. (Karena kode etik profesi, langkah-langkah inovatif mereka belum bisa diungkapkan sekarang).
Hotel-hotel tersebut memiliki potensi dapat berkembang lebih baik lagi, terutama karena para leader (GM dan jajarannya) sudah membuka diri untuk melakukan perubahan dan perbaikan berkesinambungan.
Mereka menyadari, melihat peta kompetisi sekarang, tidak bisa lagi memimpin bisnis dengan cara biasa seperti selama ini. Maka perlu extraordinary effort. Aspirasi yang memberikan pengaruh besar bagi perkembangan tim dan kemajuan organisasi adalah kemampuan para leader menghadirkan versi terbaik diri masing-masing setiap hari, day in day out.
Perilaku kepemimpinan kita yang terbuka pada perubahan dan sungguh-sunguh melakukan perbaikan berkesinambungan, continuous improvement, akan memberikan semangat bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Perilaku Jean Pierre di Paris merupakan salah satu contoh nyata, bagaimana membangun tim lebih solid, maju bersama meningkatkan kinerja.
Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Coaching
- Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching
- Certified Marshall Goldsmith Global Leadership Assessment
- Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman