Para pemerhati lingkungan dari pelbagai kalangan masyarakat akan melakukan penanaman mangrove yang dikemas dalam kegiatan Mangrove Volunteer Day yang digelar di Taman Wisata Angke, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Acara tanam mangrove ini akan dilakukan oleh Tony Wenas selaku Board of Trustee Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Wolftank, perwakilan dari Brava Radio dan Hard Rock Café. Selain itu awak media baik cetak, elektronik, dan media online akan ikut menanam mangrove, untuk ikut ambil bagian dalam proses konservasi dan restorasi mangrove.
Mangrove Volunteer Day merupakan bagian dari rangkaian kegiatan kampanye pelestarian mangrove yang juga dilakukan pada 28 Oktober 2019, lewat ajang “I Like Monday, I Like Nature : Music for Conservation.”
Melalui kegiatan konser musik yang digelar Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bekerjasama dengan Tony Wenas, grup music WOLFTANK, dan Hard Rock Café itu, maka dana yang terkumpul dari kegiatan tersebut, akan diperuntukkan bagi konservasi dan restorasi ekosistem mangrove di Jakarta.
Ajang “I Like Monday, I Like Nature: Music for Conservation” pun menjadi upaya untuk menyadarkan masyarakat luas akan pentingnya ekosistem mangrove bagi kawasan pesisir maupun perkotaan. Sejatinya, setiap individu dapat melakukan perubahan.
“Alam seringkali menjadi inspirasi dalam berkarya. Kami pun percaya, musik dan kegiatan konservasi dapat berkolaborasi untuk menginspirasi dan mengajak semakin banyak lagi orang terlibat, berkontribusi langsung melestarikan bumi,” ungkap Ariyo Wahab, vokalis WOLFTANK.
Setiap pembelian satu buah tiket “I Like Monday, I Like Nature: Music for Conservation” menandai satu buah bibit mangrove yang akan ditanam bersama Taman Wisata Angke.
Dalam Mangrove Volunteer Day itu, selain melakukan penanaman tanaman mangrove, juga akan diumumkan lomba penulisan media. Tema penulisan berkisar tentang hutan mangrove untuk Jakarta. Tidak hanya dari hasil peliputan di TWA, penulisannya juga bisa mengangkat angle lain yang masih terkait dengan mangrove untuk Jakarta.
“… hutan mangrove dikenal sebagai benteng pertahanan terakhir yang melindungi wilayah perkotaan dari ancaman banjir rob, erosi, tsunami, juga sebagai penyaring air bersih.”
Secara umum, hutan mangrove dikenal sebagai benteng pertahanan terakhir yang melindungi wilayah perkotaan dari ancaman banjir rob, erosi, tsunami, maupun sebagai penyaring air bersih, area pembibitan yang penting bagi ikan dan invertebrata, tempat persinggahan bagi burung-burung yang bermigrasi, serta menjadi sumber pangan maupun perekonomian masyarakat sekitarnya.
Dengan demikian hutan mangrove merupakan kawasan yang perlu dilestarikan, mengingat fungsinya untuk mencegah terjadinya abrasi pantai akibat terjangan ombak, serta mencegah terjadinya polusi udara.
Saat ini kondisi udara Jakarta belum dinyatakan bersih. Pada Selasa pagi (12/11/2019) Jakarta menduduki peringkat ke-16 kota dengan kualitas udara terburuk di antara kota-kota besar lainnya di dunia.
Berdasarkan data AirVisual.com, pagi itu, indeks kualitas udara atau Air Quality Index (AOI) diperkirakan sebesar 140 dengan konsentrasi parameter PM 2,5 sebesar 52,7 mikro per meter kubik. “Polusi udara Jakarta yang buruk membuat kualitas hidup kita terus menurun. Untuk itu setiap individu punya peranan dalam membuat perubahan, dalam hal ini untuk lingkungan Jakarta,” kata Tony Wenas.
Melansir riset dari The Nature Conservancy (TNC) yang dilakukan pada 2016, salah satu solusi untuk menciptakan kota yang sehat, adalah dengan memanfaatkan infrastruktur alami. Dalam hal ini, hutan mangrove menjadi salah satu infrastruktur alami dengan kemampuannya menyerap karbon hingga 1.000 ton per hektar.
Sebagai catatan, Indonesia adalah negara dengan lahan mangrove terbesar di dunia. Luasannya mencakup 23 persen dari total mangrove di seluruh dunia dan memiliki peran penting dalam upaya mitigasi dampak perubahan iklim. Menghentikan laju kerusakan mangrove dapat memenuhi ¼ target Indonesia dalam mengurangi emisi 26% pada 2020.
Di ibu kota Jakarta, ekosistem mangrove yang masih tersisa adalah Hutan Angke Kapuk seluas 195 hektar. Kawasan mangrove itu kini juga dijadikan sebagai kawasan ekowisata. Masyarakat dapat menjelajahi hutan mangrove tersebut dengan perahu atau boat serta menyaksikan burung-burung berkeliaran di kawasan itu.
Selain itu, Hutan Angke Kapuk juga seringkali digunakan untuk kegiatan pengenalan lingkungan dan alam oleh sekolah-sekolah dari tingkat rendah hingga perguruan tinggi.