Oleh Ninoy Karundeng
Sejak awal saya menulis. Anies Baswedan dan para proxy-nya, Jusuf Kalla dan kelompoknya melakukan maneuver politik di tengah wabah Corona. Jokowi berperang di dua front: memerangi virus Corona, sambil melawan kejahatan lawan politiknya. Untung TNI/Polri berada di belakang Jokowi. Solid.
Perangi Corona
Publik tidak perlu panik. Jokowi pun tetap meminta rakyat mematuhi disiplin social dan physical distancing. Perhatikan: Trump baru mendorong social distancing kemarin Rabu (01/4/2020) setelah Amerika Serikat menjadi episenter peyebaran virus.
Strategi Jokowi dalam menangani virus Corona di Indonesia menunjukkan angka menarik. Relatif bagus. Catatan Jakarta buruk. Itu karena kebijakan dua-tiga minggu lalu dengan efek kejut dari Anies Baswedan. Dia menciptakan kerumunan dengan menutup transportasi di Jakarta, pada awal masuknya virus Corona Senin (16/3/2020).
Perilaku politis Anies ini menjadikan Jakarta dan Debotabek episenter persebaran Covid-19. Ditamba hoaks informasi yang disebarkan Anies (12/3/2020) tentang potensi 6.000 kasus virus Corona dalam dua minggu. Senyatanya, kini 794 yang terpapar, 87 tewas, lainnya perawatan dan isolasi.
Secara nasional, jumlah kematian di Indonesia 157 dari 1.677 terinfeksi. Tingkat rasio kematian per 1 juta penduduk 0,6. Ini jauh di bawah China (2), Amerika (14), Italia (218), Spanyol (195), Inggris (35), Prancis (62), Turki, Korea Selatan (3), Swiss (56), Belgia (71), Iran (36). Nyaris setengah dari Brazil (1). Hampir sama dengan rasio Singapura (0,5) per 1 juta penduduk.
Melihat data, pergerakan sebaran virus, serta langkah-langkah kontinjensi Jokowi di bidang sosial dan ekonomi, tidak ada alasan publik untuk panik. Maka teriakan para politikus mendesak Jokowi untuk melakukan lockdown, juga penebaran kepanikan ala dr. Tirta, tidak beralasan.
Namun, Jokowi haru menerapkan Protokol Komunikasi harus tetap positif, tranparan. Agar rakyat tidak panik, namun tetap waspada. Pembenahan pembagian APD (alat pelindung diri) untuk tenaga medis harus benar terjadi.
Kasus 84 tenaga medis terjangkit virus di DKI Jakarta harus menjadi bahan pelajaran. Jokowi harus memastikan mereka terlindungi – agar bisa menangani pasien. Belajar dari Italia dan Spanyol yang mencatat 14% yang tewas adalah tenaga medis.
Politikus Busuk
Politik sebagai suatu kejahatan benar dipraktikkan. Data dan fakta dipelintir sedemikian rupa. Kebijakan Jokowi dalam menangani virus Corona Covid-19 dipikirkan betul. Faktor budaya, tingkat kedisiplinan dan ekonomi rakyat menjadi pertimbangan (baca: di tengah pertimbangan gerakan politik lawan yang akan menjegalnya).
Hidayat Nur Wahid berteriak nyinyir. Soal virus Corona digiring ke isu Ibukota Baru, APBN, Uighur, dan bahkan menyangkut etnis dan SARA. Persis perilaku Trump, yang di tengah virus Corona masih menyerang pemerintahan sebelumnya, Obama. Hidayat membangun kebencian terhadap pemerintahan Jokowi.
Fakta lain. Jokowi didorong melakukan lockdown. Yang berteriak awal Jusuf Kalla dan Anies Baswedan – duo aktor kampanye ayat-mayat Pilgub DKI Jakarta 2017. Jokowi mendapatkan early political warning. Ditambah teriakan anak manja Pepo Agus Yudhoyono. Lengkap. Instink politik Jokowi bekerja: tidak ada lockdown. Tepat.
Kini tambah runyam pula tersebar kabar para koruptor dilepaskan oleh Yasonna Laoly. Juga para penjahat gembong narkoba, juga teroris. Tambah kisruh. Itulah politikus yang keblinger gatel ingin melepaskan para koruptor.
Dukungan Relawan TNI/Polri
Dari sisi media Jokowi berantakan. Harapan satu-satunya masih relawan. Relawan digital Jokowi yang menjadi benteng. Persis seperti ketika perang media antara proxy KPK Agus Rahardjo lawan KPK Firli Bahuri, perang menghancurkan gerakan tagar #GejayanMemanggil2, yang akan menggagalkan pelantikan Jokowi.
Misalnya. Relawan digital medsos Jokowi menyerang akun-akun dan sekaligus hape dokter sengkleh politik, dr. Tirta, sampai ke pukulan ke Fahira Idris, Rizal Ramli, SBY, Fadli Zon, dan kroninya.
Tak lupa bongkar-membongkar perang medsos dilakukan untuk meluruskan isu tentang Corona, sekaligus melawan hoaks yang disebar. Perang lanjutan dilakukan menghadapi sindikat media yang digerakkan untuk menebar berita setting-an Anies Baswedan.
Namun, di tengah perang melawan Corona, Kapolri Jenderal Idham Aziz secara cerdas memberikan ancang-ancang. Benteng politik. Instink politik dan intelijen anti teroris Idham Aziz bekerja.
Penyeimbangan informasi ditepis dengan wacana istilah darurat sipil. Spinning informasi ala Idham Aziz yang cerdas. Yang ujungnya mendukung opsi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jokowi.
Secara politik ini menekankan pemahaman tentang lockdown yang menghilangkan kewenangan Presiden Jokowi. Darurat sipil justru memreteli kewenangan kepala daerah. Pun ini sesuai dengan Undang-undang Darurat.
Jenderal Doni Monardo sebagai kepanjangan TNI pun tegas mengambil komando. Tidak akan ada lockdown. Yang ada adalah sinergi TNI/Polri menegakkan peraturan dan kebijakan Presiden Jokowi: menerapkan Protokol Kesehatan. Dan, membentengi Jokowi secara militer.
Sumber: Ninoy Karundeng