SETIAP minggu ada saja ajakan party yang mampir ke ponsel saya – baik via SMS maupun broadcast ke Blackberry. Belum lagi undangan yang dikirim melalui email dan media sosial. Jakarta memang terserang insomnia, selalu ada night life party, dengan konsep-konsep acara yang baru, bahkan crowd baru pula.
Kapan Anda terakhir kali datang ke sebuah tempat hangout? Jangankan tahun lalu, bulan lalu pun, mungkin sekarang sudah basi. Tiap bulan selalu saja ada pembukaan bar-bar baru, klub-klub baru, atau kafe-kafe baru – minimal venue lama yang didesain ulang, kalau perlu dengan nama baru. Kalau mereka tidak melakukan perubahan, pasti akan ditinggalkan para “jamaah” pesta selalu.
Anda tahu Illigals Club di Jakarta Barat atau SKYe di Menara BCA atau Publo di bilangan selatan? Mungkin bukan nama yang asing bagi para partygoers Jakarta. Tapi kalau Anda tidak tahu tempat tersebut, tidak perlu berkecil hati, Anda bukan satu-satunya orang yang “kurang gaul”. Begitu banyak klub di Jakarta, ada yang datang, ada yang pergi.
Yang terang (bukan gelap), dunia gemerlap (dugem) malam Jakarta, mengutip istilah almarhum Benyamin Sueb, memang kagak ade matinye. Kalau Anda suntuk dan butuh selingan, pasti tersedia hiburan yang sesuai dengan kebutuhan batin, mau pilih yang rave atau pun yang romantic, semua ada. Kondisi kantong juga bisa disesuaikan, ibaratnya mulai dari cuma cepek hingga ber-jut-jut, tinggal tunjuk.
Kalau Anda ingin hang out tanpa melupakan penampilan dan gaya, mampirlah ke Kemang atau kawasan selatan. Tapi kalau Anda suka ajep-ajep dengan irama musik dengan ketukan cepat, klub-klub di Kota menjadi pilihan yang tepat! Lupakan dress code, karena hiburan ala “Jakarta Barat” tidak memedulikan penampilan pengunjungnya, tidak perlu jaim seperti di kawasan selatan, yang penting berkocek tebal!
Oh ya, kalau membagi dunia berdasarkan ideologi, kita dulu mengenal Timur-Barat, kalau berdasarkan tingkat kemakmuran kita mafhum Utara-Selatan. Tapi kalau dunia malam Jakarta, kita membaginya menjadi Barat dan Selatan (seperti yang ditulis di Male Zone, MALE Magazine 23).
Barat mewakili klub-klub ala Kota – meski berlokasi di utara tapi kalau gaya hiburannya seperti di Kota, dia digolongkan sebagai “Barat”. Cirinya, klub-klub tersebut tidak terlalu stylist, hiburannya cenderung to the point, mengarah ke urusan syahwat, dan pendapatan setiap malam yang luar biasa – khususnya untuk venue yang populer dan banyak pengunjungnya.
Sementara “Selatan” mewakili klub-klub yang berada di kawasan Jakarta Selatan – sebutlah kawasan Kemang, plaza-plaza atau hotel-hotel berbintang lima yang kebanyakan berlokasi di Jakarta Selatan. Interiornya biasanya sangat mewah dan classy.
Pengunjungnya para fashionista, minimal suka mejeng (to see or to be seen), cenderung jaim (jaga image), tapi tingkat belanjanya relatif rendah – paling tidak, jika dibandingkan dengan pengunjung klub-klub “Barat”. Teman saya, salah seorang pemilik jaringan klub dan kafe di Jakarta, pernah menghitung, pendapatan sebuah klub di Jl. Hayam Wuruk bisa mencapai Rp 12 miliar sebulan, bandingkan dengan klub di Jl. Gatot Soebroto yang paling banter “cuma” Rp 1 miliar per bulan.
Begitulah. Harga BBM boleh naik, harga bawang boleh melangit, tapi bisnis hiburan Jakarta, mulai zaman kuda gigit besi hingga reformasi gigit jari, dari generasi Ebony hingga angkatan Immigrant, tetap berputar. Selamat datang di dunia gemerlap malam! (Burhan Abe)
Sumber: MALE Magazine 23 (Agustus 2013)