Menandai 5 Tahun Perjanjian Paris, dibutuhkan inovasi pendanaan iklim dengan dampak yang lebih besar
Terlepas dari berbagai praktik terbaik pendanaan iklim di Indonesia, diperlukan lebih banyak upaya dari komunitas internasional untuk melipatgandakan pendanaan dari berbagai sumber non-tradisional, menurut panelis diskusi kebijakan ‘Perjanjian Paris’, yang diselenggarakan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan Kedutaan Besar Perancis di Jakarta.
Diskusi online ini menandai peringatan lima tahun Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim. Acara tersebut mempertemukan para ahli keuangan iklim untuk membahas cara-cara penanganan perubahan iklim dan mengintensifkan tindakan dan investasi yang diperlukan untuk masa depan rendah karbon yang berkelanjutan.
“Mengidentifikasi lebih banyak sumber pendanaan iklim non-tradisional akan memungkinkan pengeluaran iklim menjadi lebih katalitik dan dengan hasil yang jauh lebih transformatif, karena negara-negara berusaha untuk mengurangi emisi dan pada saat yang sama menjaga ekonomi mereka tetap berkembang,” kata Olivier Chambard, Duta Besar Prancis untuk Indonesia
Perjanjian Paris mewajibkan 195 penandatangannya untuk melakukan upaya ambisius untuk menangani perubahan iklim, termasuk komitmen untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celcius dibandingkan tingkat pra-industri. Hal ini juga mengharuskan semua pihak untuk melakukan upaya terbaik mereka melalui Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional/Nationally Determined Contributions (NDC), seperti melalui pengurangan emisi – dan penguatan upaya ini.
Acara tahun ini – yang ditunda hingga November 2021 – ditujukan untuk menginventarisasi kemajuan sejauh ini dan menentukan jalan ke depan, terutama sehubungan dengan pandemi Covid-19 yang menyebabkan perlambatan dan resesi ekonomi global.
UNDP Indonesia telah bekerja sama erat dengan Pemerintah Indonesia dalam berbagai masalah perubahan iklim. Tahun ini, Climate Promise, yang merupakan inisiatif UNDP dirancang khusus untuk meninjau NDC, komponen utama Perjanjian Paris. Indonesia bertujuan untuk mengurangi emisinya hingga 29 persen pada tahun 2030.
Sementara itu, Indonesia telah memanfaatkan sumber pendanaan non-tradisional untuk menutup kesenjangan pendanaan untuk mewujudkan komitmennya terhadap penanganan perubahan iklim.
“Dalam hal pendanaan iklim, dunia bisa belajar dari Indonesia sebagai negara yang telah merintis langkah-langkah untuk menggalang miliaran dolar untuk menutup kesenjangan yang cukup besar antara sumber daya publik yang tersedia dan pendanaan dan investasi iklim. UNDP bangga menjadi mitra Pemerintah Indonesia untuk memberikan solusi inovatif untuk pembiayaan iklim,” ujar Norimasa Shimomura, Resident Representative UNDP Indonesia dalam sambutan pembukaannya.
Innovative Financing Lab UNDP telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memperkuat reformasi pendanaan iklim publik yang telah memungkinkan penerbitan obligasi hijau senilai 2,75 miliar Dolar AS melalui pendanaan Syariah. Obligasi ini adalah sukuk hijau (obligasi Syariah) pertama di dunia dan telah menunjukkan bagaimana pendanaan inovatif dapat membantu mengatasi tantangan pendanaan – dan bagaimana investasi swasta dan publik dapat membantu memastikan masa depan rendah karbon yang berkelanjutan.