Oleh Made Supriatma, Peneliti di Lembaga Studi Realino (LSR) Yogyakarta
Sejak kemarin ia ditahan oleh Polda Metro Jaya. Tuduhan yang dilontarkan kepadanya adalah pelanggaran protokol kesehatan karena membuat kerumunan saat menikahkan anaknya. Sulit untuk melepaskan penahanan ini dari kacamata politik. Pelanggaran protokol kesehatan terjadi di mana-mana. Namun, hanya Rizieq yang mendapat perlakukan seperti ini.
Mengapa seolah-olah hukum berat ke Rizieq dan tidak kepada pelanggaran sejenis? Mengapa, misalnya, saat kampanye Pilkada kemarin banyak kandidat kepala daerah yang melanggar dan hanya didenda ringan saja? Padahal kita tahu bahwa ketika didenda pun Rizieq sudah membayar kontan Rp50 juta.
Kasus ini berlarut-larut. Pembunuhan enam pengawal Rizieq di jalan tol Cikampek juga menambah ruwet persoalan. Belum jelas benar apa yang sesungguhnya terjadi. Keterangan polisi di media massa juga berubah-ubah.
Kabar terakhir mengatakan bahwa dua orang ditembak meninggal di jalan tol. Sedangkan empat pengawal FPI lainnya ditembak di mobil karena mencoba merebut senjata. Jadi, mereka tidak bersenjata api seperti tuduhan semula?
Ketidakjelasan seperti ini bukan tanpa akibat. Juga perlakuan yang diterima Rizieq, yang berbeda dari perlakuan yang diterima orang kebanyakan dengan pelanggaran yang sama, juga akan memiliki konsekuensi berat.
Perlakuan terhadap Rizieq sudah menangkap imajinasi ketidakadilan orang-orang Indonesia di Melbourne, Australia. Saya yakin ia tidak akan berhenti di Melbourne. Dia akan menjalar ke kota-kota lain di dunia.
Jangan ditanya bagaimana reaksi di dalam negeri. Saya membaca berita bahwa ratusan pendukung Rizieq mendatangi Polres Cimahi dan meminta untuk ditahan sama seperti Imam Besar mereka.
Mengapa ini terjadi? Sederhana sekali. Mereka merasakan ketidakadilan. Nurani saya pun merasakan hal yang sama sekalipun sedikit pun saya tidak sepakat pada apa yang diajarkan oleh Rizieq dan gerakannya.
Namun hampir pasti juga, simpati yang mengalir ke Rizieq ini akan menjadi umpan bagi para agitator yang juga menganggap dirinya lebih suci, lebih benar, dan tentu saja lebih toleran daripada Rizieq dan para pendukungnya.
Para agitator ini tentu akan memainkan ketakutan-ketakutan terhadap Rizieq. Mereka akan menakut-nakuti kaum minoritas. Semakin kaum minoritas ini merasa takut dan tersisih maka semakin laku pula mereka.
Mereka akan semakin memanas-manasi para pendukung Ahok, dengan mengenang segala macam ketidakadilan yang pernah diterima oleh Ahok. Benar bahwa Ahok diperlakukan tidak adil. Tapi siapa yang ikut dalam konspirasi menjatuhkan dia? Bukankah beberapa dari mereka sekarang juga duduk nikmat di kursi kekuasaan?
Selain itu, Ahok kalah dalam pemilihan. Fair and square, menurut saya. Dia diturunkan lewat pemilihan. Bukan dikudeta. Sekali pun ada demonstrasi berjilid-jilid terhadapnya. Tapi dia kalah dalam pemilihan.
Mereka yang menggerutu terus menerus atas kekalahannya pasti juga tidak akan terlalu percaya pada proses demokratis. Tidak disadari bahwa Ahok kalah karena dia kalah dalam memobilisasi dukungan dan bahwa dia tidak mampu meyakinkan orang bahwa dia lebih baik. Demokrasi adalah jika saya menang atau diuntungkan.
Ahok tidak mampu meyakinkan orang bahwa memilih berdasarkan identitas agama itu berarti mengorbankan kesejahteraan material, ketertiban, dan pemerintahan yang efisien seperti yang dia perjuangkan.
Bukankah itu buruk? Untuk saya, orang berhak atas pemerintahan yang mereka pilih sendiri. Kalau mereka memilih untuk memeluk erat-erat identitasnya namun tetap miskin, tidak ada jalan lain. Mereka yang ingin masyarakatnya lebih makmur dan lebih akomodatif, harus berjuang pula untuk itu dan meyakinkan sebagian besar orang untuk memiliki ide yang sama.
Masyarakat tidak bisa ditata dengan memainkan perasaan ketakutan terhadap satu kelompok. Juga tidak bisa dengan menang sendiri.
Para agitator yang merasa dirinya toleran itu tentu tidak ingin orang memahami keadilan untuk semua orang, termasuk proses hukum yang benar dan adil terhadap Rizieq dan para pengikutnya.
Bagaimanakah Anda menganggap diri toleran dan penganut kebhinekaan jika Anda tidak adil? Jika Anda tidak toleran terhadap pandangan orang lain dan menganggap satu-satunya jalan untuk menegakkan toleransi adalah dengan mengikuti pola pikir Anda dan membungkam suara-suara pro-Rizieq dan gerakannya?
Para agitator ini berpendapat bahwa Rizieq itu anti-toleransi. Iya. Namun haruskah dia dibungkam dengan cara-cara intoleran? Bukankah demokrasi memiliki cara-cara yang lebih bermartabat untuk mengatasi intoleransi?
Rizieq adalah seorang politisi. Seperti politisi lain, dia pun mencari simpati dengan cara paling mudah, yakni mengeksploitasi agama. Semua politisi melakukan itu. Bahkan politisi yang mengklaim berjuang untk pluralisme.
Namun politisi seperti Rizieq adalah politisi pinggiran (marjinal). Saya tidak yakin jika Rizieq mencoba untuk menjadi politisi profesional dan maju ke pemilihan, dia akan menang. Dia pun tahu persis itu. Itulah sebabnya dia memelihara stature-nya sebagai politisi ‘nasional.’ Dia mungkin bisa mengumpulkan satu dua juta orang untuk turun ke jalan, tapi itu tidak dengan serta merta itu bisa diterjemahkan ke dalam suara dalam bilik pemilihan.
Rizieq memainkan politik agitasi. Persis seperti yang dilakukan para agitator toleransi. Sesungguhnya kedua pihak ini adalah dua sisi dari mata uang yang sama.
Oleh karena itu, saya kira, jalan terbaik adalah dengan memberikan Rizieq keadilan. Beberkanlah fakta-fakta yang sebenarnya tentang apa yang terjadi di jalan tol Cikampek KM 50 itu. Jika Rizieq benar-benar melanggar hukum karena melanggar Prokes, terapkanlah hal yang sama pada pelanggar prokes lainnya.
Dan yang terpenting, berhentilah menghina orang-orang kecil pendukung Rizieq sebagai orang-orang bodoh. Mereka menoleh kepada Rizieq karena dia satu-satunya orang yang mau mengatakan ‘lonte!’ kepada para elit negeri ini. Selama Anda tidak mampu memberikan kepemimpinan kepada orang-orang sederhana ini, selama Anda merasa berhak atas negeri ini karena merasa sudah membayar, selama Anda merasa bahwa Anda lebih toleran dari mereka, selama itu pula Rizieq akan berjaya.
Akhirnya, sekali lagi, berilah keadilan seterbuka-terbukanya kepada Rizieq Shihab. Hanya itu yang sulit dia berikan balik kepada bangsa ini. Hanya dengan cara demikian, Rizieq tidak akan menjadi ikon politik dari orang-orang yang tidak memiliki pembela dan simpati