Kementerian Kominfo bersama Debindo menggelar acara webinar literasi digital dengan topik ”Memahami Aturan Bertransaksi di Dunia Digital” untuk masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Jumat (25/6/2021). Dimulai pukul 13.30 WIB, webinar yang dipandu entertainer Dwiki Nara ini menghadirkan narasumber utama Jota Eko Hapsoro (CEO Jogjania.com), Danang Prianto (CEO Rootzie Bag), Paskalis M.G. Kusuma (CEO Javanic Butik), Albertus Indratno (CEO Namaste.id) dan Shafinaz Nachiar (News Anchor TV Nasional) sebagai key opinion leader (KOL).
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Literasi Digital Nasional: Indonesia Makin Cakap Digital yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2021. Setiap narasumber webinar menyampaikan materi dari sudut pandang empat pilar utama literasi digital, yakni digital culture, digital safety, digital ethics, dan digital skills.
CEO Namaste.id Albertus Indratno dalam paparannya mengangkat tema seputar Netiket, Pondasi Rumah Transaksi Digital. Mengutip Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, Albertus mengungkap sebuah petuah: “Pengaruh satu teladan yang baik jauh lebih bermanfaat dari satu teguran tajam.”
Menurutnya, agar tahu mana yang benar dalam pergaulan digital, maka pengguna media digital perlu memahami dasar hukum yang mengaturnya, yakni: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
“Netiket pun sudah ‘harga net’ dalam berinteraksi dalam ruang digital. Ini merupakan network etiquette atau internet etiquette alias etiket di jaringan di dunia maya,” kata Albertus. Berbeda dengan etiket yang merupakan sikap sopan santun atau aturan lainnya yang mengatur hubungan antar kelompok manusia dalam pergaulan nyata.
“Setidaknya ada 10 aturan dasar Netiket yang perlu dipahami pengguna internet,” ujar Albertus. Pertama, kita berinteraksi dengan manusia, kedua kenali aturan mainnya. Setiap tempat punya aturan masing-masing. Ketiga, normanya sama di dunia nyata atau maya, keempat hargai waktu dan kuota orang lain, kelima buatlah jejak digital yang baik, keenam bagilah pengetahuan yang positif dan konstruktif.
Ketujuh, hati-hati terhadap opini yang kita sampaikan; kedelapan, menghargai kehidupan dan privasi orang lain; kesembilan, gunakan kekuasaanmu untuk kebaikan orang lain; dan kesepuluh, maafkan, lupakan, lalu lanjutkan hidupmu.
“Namun, patut diketahui, ada pula enam jenis pelanggaran netiket,” katanya. Pertama, dalam bidang transaksi berupa pelanggaran atas hak kekayaan intelektual. Kedua, dalam bidang pencemaran, yakni pencemaran nama penjual atau pembeli. Ketiga, dalam penipuan berupa penipuan online yang dilakukan penjual atau pembeli.
Keempat, dalam bidang spam seperti mengirim berulang-ulang; kelima, berbentuk bullying, yakni pelecehan atau ancaman verbal yang dikirim terus menerus; dan keenam bidang hoaks, yakni penyebaran berita bohong untuk menyudutkan pihak tertentu.
Untuk dapat memanfaatkan ruang digital secara bijak, Albertus mengatakan ada setidaknya sejumlah sikap lebih beretika. “Misalnya, ucapkan salam, terima kasih, maaf dan tolong, serta hargai aturan main di setiap lapak,” katanya.
Selain itu, bisa dengan cara patuhi aturan di dunia maya sama halnya di dunia nyata dan posting yang penting, bernilai dan berguna untuk orang lain. “Jauhi keinginan menghina, mencaci dan menyebar kebohongan serta berbagilah! setiap orang khas dan istimewa,” imbuh Albertus.
Albertus juga mengatakan, penting mengungkapkan pendapat secara santun serta hargai privasi. Stop menyebar screen capture percakapan kita.
Sementara itu, narasumber lain Paskalis M.G. Kusuma (CEO Javanic Butik) mengatakan bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan komputer, jaringan komputer dan/atau media lainnya yang terhubung internet harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Maka, selalu tempuhlah cara bertransaksi yang aman,” kata Paskalis. Ia lalu merekomendasikan agar pengguna internet selalu menghindari transaksi digital menggunakan wifi publik. “Usahakan selalu belanja di situs online terpercaya,” ujarnya. Menurut Paskalis, rutin ganti password dan tidak sembarangan memberikan OTP (one time password) agar peluang terjadi kejahatan digital lebih kecil.