Minggu, November 24, 2024

Ciptakan ruang diskusi publik yang aman dan nyaman di platform digital

Must read

Ruang publik digital bukan hal awam lagi di era sekarang, khususnya untuk kalangan milenial dan sesudahnya. Ruang publik digital tidak sekadar menunjuk tempat untuk berkomunikasi, tetapi juga berbagi pendapat atau ruang tempat berdiskusi.

Namun bagaimana agar ruang publik digital tersebut berasa aman dan nyaman, diperlukan literasi digital bagi penggunanya. Ihwal literasi digital inilah yang saat ini sedang didorong oleh pemerintah Indonesia untuk dapat menciptakan talenta digital yang cakap, baik dari segi digital culture, digital skill, digital ethics maupun digital safety.  

Program ini dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam bentuk diskusi virtual yang, salah satunya, diselenggarakan terbuka untuk masyarakat Kabupaten Brebes pada Jumat (16/7/2021). 

Harry Perdana sebagai moderator diskusi mengajak sejumlah narasumber untuk mendiskusikan literasi digital dengan tema “Ruang Diskusi Publik melalui Platform Digital”. Mereka adalah Razi Sabardi (pengamat kebijakan publik digital), Bambang Kusbandrijo (dosen Untag Surabaya), Muhammad Achadi (CEO Jaring Pasar Nusantara), Mustaghfiroh Rahayu (dosen UGM), serta key opinion leader Iga Azwika (Rising Star Indonesia). 

Razi Sabardi yang mengkaji dari sisi keamanan digital mengatakan, perubahan teknologi mempengaruhi perilaku dan keseharian masyarakat. Transformasi digital telah menggeser tatanan cara hidup yang lengket dengan teknologi dan dilengkapi dengan internet, komunikasi online hingga belanja online. 

Namun, seiring dengan perkembangan internet dan digitalisasi, muncul ruang-ruang digital yang menjadi medium keterlibatan pengguna dalam interaksi secara virtual. Bahkan, keterlibatan entitas dalam diskusi publik lebih terwakilkan melalui teks, gambar, video, bahkan suara. Akan tetapi di balik kemudahan tersebut, keamanan digital merupakan ancaman yang perlu diwaspadai. 

“Keamanan digital bukan berarti hanya mengamankan data dan informasi pribadi, tapi juga perangkat digitalnya. Sebab, ragam ruang atau media diskusi virtual ini banyak sekali. Mulai dari media sosial, platform berbasis kolom seperti Kaskus dan Reddit, kemudian yang berbasis opini seperti Viva, Kompasiana. Akses-akses ke ruang tersebut memiliki kesamaan, yaitu rentan keamanan digital,” jelas Razi. 

Melindungi keamanan perangkat digital mungkin lebih mudah, dengan memasang sandi, mengatur pengaturan privasi, memasang antivirus, fingerprints authentication, dan keamanan perangkat keras lainnya. Yang perlu diwaspadai dan harus berhati-hati adalah bagaimana menanamkan di dalam diri untuk tidak mudah mengumbar informasi dan data pribadi di ruang publik digital. 

“Semua platform media digital memerlukan data diri kita sebagai pengguna. Hal ini yang membuat kita harus berhati-hati untuk tidak sembarang memberikan data pribadi apalagi mengunggahnya ke media sosial. Jika data itu digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, dapat berujung pada penipuan digital. Karena itu, jejak digital harus dijaga baik-baik,” lanjut Razi. 

Sementara itu Mustaghfiroh Rahayu melalui perspektif budaya bermedia digital menyebutkan, ruang publik digital merupakan arena di mana interaksi maya terjadi. Pengguna bebas berekspresi, namun ia tidak lepas dari tanggung jawab untuk menjaga kenyamanan di ruang digital. 

“Budaya di Indonesia dalam bersosial baik di dunia nyata atau maya adalah dengan Pancasila. Menerapkan nilai cinta kasih dan menghargai perbedaan kepercayaan. Mampu memperlakukan orang dengan adil dan menjunjung kepentingan berbangsa dan bernegara di atas kepentingan pribadi,” terang Maghfiroh. 

Selain itu, juga memberikan kesempatan bagi pengguna lain untuk berpendapat dan berekspresi di ruang digital, serta memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat lain. 

“Berdiskusi di ruang digital itu harus menyadari previlege dari posisi pembicara, dan mengungkapkan segala kemungkinan bias terkait pengetahuan yang kita miliki. Demokratis juga berkaitan dengan bagaimana kita membuka kesempatan bagi individu marjinal untuk menyuarakan isu dan kebutuhannya sendiri.  Serta, menghindari topik yang bisa membahayakan pembicara maupun peserta diskusi,” jelas Maghfiroh.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article