Praktisi pendidikan Sri Winarni menuturkan, di masa kemajuan digital plus serangan pandemi Covid-19 tak berkesudahan saat ini, sudah bukan saatnya lagi para pendidik tutup mata dengan perkembangan teknologi yang berlangsung.
“Para guru perlu berwawasan dan menguasai teknologi itu sebagai bagian dari kecakapan digital seperti halnya anak didiknya kaum milenial. Guru pun dituntut menjadi milenial,” ujar Sri Winarni saat berbicara sebagai narasumber dalam webinar literasi digital bertajuk “Milenial Sebagai Guru Literasi Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk warga Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (16/7/2021).
Sri Winarni menambahkan, ketika seorang pendidik memahami kemanfaatan teknologi informasi (TI), maka upaya peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar baru dapat tercapai. Karena komunikasi dengan anak didik yang merupakan kaum milenial jadi lebih “nyambung”. Sebab saat ini mindset atau pola pikir generasi milenial serba praktis dengan pemanfaatan perangkat IT. Pada saat yang sama, arus informasi begitu deras dan tak terbendung.
“Anak-anak didik sekarang tidak pernah terlepas dari gawai dan arus informasi, baik yang bersifat positif maupun negatif. Di sinilah para guru milenial berkarya. Mengajarnya pun mesti bercorak milenial. Jadi, perlu beradaptasi dengan era baru ini,” kata Sri.
Sri menambahkan, guru milenial bisa dipahami dari beragam perspektif. Mulai dari guru yang mengajar di era milenial, guru yang mengajar generasi milenial. Namun guru generasi milenial, juga berarti guru yang menguasai kecakapan milenial.
“Ciri guru milenial, sudah jelas, pertama yang bersangkutan harus melek digital. Dalam arti enggak hanya menguasai keterampilan teknis membaca informasi atau memakai perangkat digital saja, tapi juga bisa melibatkan aspek kognitif dan afektif dalam metode pembelajaran yang dibantu perangkat teknologi,” tutur Sri.
Lebih lanjut ia menilai, guru milenial ditandai minatnya dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai sumber pembelajaran dan komunikasi dengan peserta didik yang ia dampingi.
“Jadi, dengan teknologi itu guru bisa menyuguhkan materi pembelajaran menarik, penuh makna dan menyenangkan, sekalipun tidak bertatap muka langsung seperti saat pandemi ini,” jelas Sri Winarni dalam webinar yang juga menghadirkan narasumber Muhammad Taufik Saputra (fasilitator nasional), Fakhriy Dinansyah (co-founder Localin), dan Ali Formen Yudha (dosen Universitas Negeri Semarang) itu.
Sri Winarni melanjutkan, guru milenial jelas bukan sosok yang kaku dan seram lagi. Melainkan bisa menjadi teman akrab siswa, namun sekaligus bisa menjadi role model dengan terus melakukan improvisasi dalam pembelajaran yang dibawakan.
Role model, dalam arti guru yang menjadi model bagi banyak kalangan, tidak hanya pada siswa mereka saja. Tapi juga berbagai elemen masyarakat, seperti para pekerja, buruh, orangtua, tokoh agama, dan lainnya.
“Hanya saja, di balik kecakapan digitalnya, guru milenial pun tak boleh lupa menyisipkan nilai-nilai moral dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan,” urai Sri.
Di akhir paparannya, Sri Winarni mengatakan, hal paling mutlak yang juga penting dijiwai oleh para guru milenial, yakni mereka tak boleh berhenti belajar. Sebab kemajuan teknologi saat ini sudah merambah berbagai urusan manusia.
“Guru milenial tak boleh berhenti belajar. Ini merupakan hal dan tantangan baru karena kini dunia teknologi dan pembelajaran saling berkolaborasi. Teknologi semakin dibutuhkan saat ini,” tegas Sri Winarni.
Senada dengan Sri Winarni, dosen Unnes Ali Formen Yudha mengungkapkan, para guru di era kemajuan digital ini bisa belajar dari anak-anak didiknya dengan memahami karakteristik mereka sebagai generasi milenial.
“Generasi milenial itu tak hanya melek teknologi, namun juga sadar sosial. Mereka dari berlatar etnis dan punya jiwa optimis serta memiliki pendidikan dan sadar secara finansial, sadar kesehatan, dan sadar secara spiritual,” kata Ali.
Berguru literasi digital pada milenial juga perlu dilatari karena meragamnya praktik-praktik digital. “Praktik dan transaksi digital akan kian meragam dan menjadi new, next, normal,” cetus Ali.
Ketika guru era lalu mampu beradaptasi dengan karakter milenial ini, maka kata Ali, secara otomatis akan menutup gap generasi. “Dapat menjadi jembatan interaksi, ke atas milenial dapat belajar tentang warisan budaya pada generasi terdahulu yakni generasi baby boomers dan gen X. Sementara ke bawah generasi milenial dapat menularkan literasi mereka sebagai life skills,” jelas Ali.
Sebagaimana wilayah lain, di Kabupaten Demak, Kementerian Kominfo juga akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital selama periode Mei hingga Desember 2021.
Serial webinar ini bertujuan untuk mendukung percepatan transformasi digital, agar masyarakat makin cakap digital dalam memanfaatkan internet demi menunjang kemajuan bangsa.
Warga masyarakat diundang bergabung sebagai peserta dan akan terus memperoleh materi pelatihan literasi digital dengan cara mendaftar melalui akun media sosial @siberkreasi.