Wabah corona memaksa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Desease (Covid-19). Surat edaran yang menjadi dasar ketentuan belajar dari rumah itu mengharapkan pembelajaran daring dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
”Selain itu, pembelajaran daring juga berfokus kepada pendidikan kecakapan hidup seperti mengenai pandemi Covid-19. Sedangkan, aktivitas dan tugas dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dn kondisi masing-masing,” ujar dosen Universitas Negeri Semarang Arif Hidayat, pada acara webinar literasi digital yang dihelat Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Bantul, DIY, Jumat (16/7/2021).
Dalam diskusi virtual bertajuk ”Pembelajaran Online yang Efektif dan Berkualitas” itu, Arif menyatakan, bukti atau produk aktivitas belajar daring diberi umpan balik bersifat kualitatif dan berguna dari guru tanpa harus memberi nilai kuantitatif.
”Pembelajaran di rumah membawa konsekuensi pada guru lebih fleksibel dalam adaptasi kurikulum, sementara orangtua dituntut meningkatkan pengasuhan secara digital,” kata Arif di depan tak kurang dari 600-an partisipan webinar.
Menurut Arif, lebih dari 91 persen siswa di dunia terdampak penutupan sekolah akibat pandemi. Sementara siswa dan guru yang terdampak pandemi di Indonesia jumlahnya mencapai 68,8 juta siswa dan 4,2 juta guru.
Penggunaan teknologi saat mengajar, lanjut Arif, memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri. Keunggulannya, membantu guru untuk membuat siswa memahami pelajaran dengan lebih mudah, siswa lebih tertarik untuk belajar, mengajar tak dibatasi ruang dan waktu, mempermudah sistem adminstrasi pendidikan, dan memungkinkan kolaborasi antar guru.
”Kelemahannya, kemungkinan terjadinya pelanggaran HAKI terhadap karya guru, waktu menyiapkan materi pembelajaran lebih lama, siswa mudah terdistraksi, kemungkinan penyalahgunaan teknologi,” urai Arif.
Meski begitu, tambah Arif, ada beberapa kendala pelaksanaan pembelajaran daring, yakni adanya kesenjangan jaringan internet, kepemilikan gadget siswa tidak merata, ketersediaan kuota, menambah beban ekonomi, dan materi dari guru kurang dapat dicerna.
”Efek pembelajaran daring lainnya, murid jadi kecanduan gadget dan dapat menimbulkan gangguan pada penglihatan. Bahkan, survei KPAI menyebutkan minimnya interaksi guru-murid (20,1 persen), hingga 81,8 murid menilai guru hanya sebatas memberi tugas,” papar Arif.
Untuk mendukung sukses pembelajaran daring, Arif memberikan tips sebagai berikut: cari tempat nyaman, siapkan perangkat, manajemen waktu, tetap jaga kebersihan, dan cari teman belajar.
Selanjutnya, dosen STAI AL Husain Magelang Dahlia menyatakan, di abad 21 ada enam literasi dasar yang wajib diketahui: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi scientific, literasi digital, literasi finansial, serta literasi kultural dan civic (kewargaan).
Menurut Dahlia, dari keenam literasi, literasi digital merupakan literasi penting, utamanya terkait digital ethics, digital skill, digital culture, dan digital safety.
”Dalam digital skill setidaknya ada empat kompetensi yang harus dimiliki: kompetensi mengakses, menyeleksi, memahami, dan menganalisis baik hardware maupun software,” ujar Dahlia.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator entertainer Rara Tanjung itu juga menghadirkan narasumber Desyanti Suka Asih (dosen UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar), Titok Hariyanto (Alterasi Indonesia), dan Ngadiya (Kepala Sekolah SMAN I Bantul) selaku key opinion leader.