Minggu, November 24, 2024

Grow mindset dan pemanfaatan teknologi untuk berdayakan desa

Must read

Era digital sudah sepatutnya dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat desa, terlebih saat ini sudah ada undang-undang yang memberikan kewenangan pemerintah desa untuk mengelola potensi di masing-masing wilayah. Itulah antara lain materi yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (27/8/2021). Kegiatan tersebut merupakan salah satu bagian dari gerakan nasional literasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dalam mendukung percepatan transformasi digital.

Zacky Ahmad (entertainer) selaku moderator membawakan acara diskusi dan menghadirkan empat narasumber: Muhammad Arwani (P3MD Kemendes PDTT), Annisa Choiriya Muftada (social media communication), Rinduwan (GP Ansor Grobogan), dan Maryanto (aktivis Lintas Iman). Selain itu juga ada Dianita Sari (content creator). Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan perspektif literasi digital yang meliputi digital culture, digital ethics, digital skills, dan dital safety.

Dari perspektif digital skills, Maryanto menyampaikan, jika dilihat dari kependudukan Indonesia memiliki bonus demografi di mana masyarakatnya terdiri dari mayoritas penduduk produktif. Ditambah, penduduk Indonesia termasuk pengonsumsi atau pengguna internet yang cukup tinggi angkanya. Jika kedua hal ini dimanfaatkan dengan baik, tentu saja proses pemberdayaan masyarakat desa akan semakin maju di era digital ini.

Melihat potensi di Kabupaten Grobogan, khususnya potensi wisatanya, dapat ditingkatkan secara lebih maksimal jika bertransformasi ke digitalisasi kebudayaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hal yang perlu dipahami selanjutnya adalah perubahan media dan budaya. Di ruang digital masyarakat desa bisa ikut berpartisipasi untuk membuat konten budaya atau hal-hal unik dari masyarakat setempat. Serta mendistribusikan kekayaan budaya itu menggunakan media digital.

”Melalui desa wisata misalnya sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku,” ujar Maryanto kepada 260-an peserta webinar.

Caranya dengan memanfaatkan media sosial sebagai bentuk kontribusi pemberdayaan masyarakat desa. Media sosial relatif banyak digunakan karena mudah dikelola dan ada interaksi di dalamnya. Tugas masyarakat dan pemerintah adalah membuat konten yang menarik tentang potensi desanya.

Untuk keperluan wisata misalnya dengan membuat konten tentang tips yang dibutuhkan wisatawan untuk menikmati pesona daerah tersebut. Lalu, integrasi teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan promosi potensi desa. Atau melalui event yang menampilkan kebudayaan dan apa pun tentang desa tersebut.

Sementara itu, Muhammad Arwani menambahkan, untuk memaksimalkan pemberdayaan masyarakat desa diperlukan grow mindset atau pola pikir yang tumbuh, tidak pasrah dengan kondisi. Melainkan bagaimana meningkatkan apa yang sudah ada menjadi sesuatu yang lebih baik lagi.

Menurutnya, pemberdayaan masyarat desa merupakan tugas pemerintah desa juga warganya. Bagaimana pemerintah memberikan fasilitasi dan mengajak kelompok-kelompok desa ikut berpartisipasi. Apalagi dalam undang-undang tentang desa, pemerintah desa diberikan dana desa yang bisa digunakan untuk mengelola desa dan pengembangan hal positif.

”Potensi kapur di Desa Toroh, misalnya. Kalau cuma jual kapur mentah, pemberdayaan dan ekonomi masyarakat juga tidak bisa berkembang. Maka di sini perlu advokasi dari kelompok-kelompok setempat untuk misalnya membuat wisata edukasi. Mindset seperti ini penting, dengan wisata edukasi tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi tetapi juga ada nilai edukasi di dalamnya,” ujar Muhammad Arwani.

Menyinggung digitalisasi, maka bagaimana penggunaan media sosial itu dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Dari sini tercipta Dedi (desa digital), dan Dewi (desa wisata) yang dikembangkan. Dengan digitalisasi pula pemerintah desa memprioritaskan sistem informasi desa untuk memberikan pelayanan yang cepat, akuntabel, dan transparan.

Namun dalam melibatkan masyarakat untuk membangun desanya itu tentu ada kode etikanya. Terutama ketika berada di ruang digital. Ranah kode etika tersebut dalam budaya Indonesia haruslah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

”Dalam beraktivitas digital kita dibatasi norma agama, saling mengasihi. Kemudian menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, menjaga kepentingan kebersamaan, ikut aktif dalam bermusyawarah pengembangan desa, serta adil. Inilah norma-norma yang harus disosialisasikan dan diberdayakan,” terangnya.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article