Selama masa pandemi Covid-19 hampir dua tahun ini, dalam dunia media sosial ada ”hantu” yang sejak awal muncul bikin warga nyata dan tentu warga digital ketakutan. Hantu tersebut bernama infodemi, atau boleh disebut ”hoaks kesehatan”. Inilah kabar bohong yang belum jelas kebenarannya seputar pandemi covid maupun berita bohong kesehatan lainnya, yang belum tentu benar tapi sudah beredar luas di masyarakat.
Tidak sembarangan, Dirjen WHO (World Health Organization) Tedros Adhanon, seperti dikutip dosen IAIN Purwokerto, Anggityas Sekarinasih, pun merisaukan hal itu. Tedros membeber kerisauannya dengan menyebut, ”Fenomena infodemi di dunia, tidak hanya di Indonesia, kini menyebar jauh lebih cepat dari penyebaran virus penyakitnya. Ini merisaukan dan mengganggu penanganan penanggulangan penyakitnya sendiri secara global.”
Separah apa sih pengaruh infodemi di masyarakat? Menurut Anggityas, di awal masa pandemi pada 2020, kita ingat, orang bersin di tempat umum saja jadi seolah aib dan bikin takut warga sekitar. Juga, akibat ketakutan berlebih, membuat warga memborong sembako, masker dan hand sanitizer.
”Hal itu yang membuat barang-barang tersebut langka dan harganya melambung. Itu pula yang membikin penanganan virusnya makin susah,” papar Anggityas, yang juga pegiat literasi digital komunitas, saat membahas topik ”Infodemik Bagi Pencegahan Covid-19”, dalam webinar Literasi Digital, Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk masyarakat Kabupaten Banyumas, 30 Juni lalu.
Lantas, seberbahaya apa dampak infodemi yang hampir semua tersebar lewat medsos yang kini diakses hampir 73 persen warganet kita atau sekitar 170 juta warga Indonesia? Menurut Dr. Ahmad Ibrahim Badry, dosen SKSG Universitas Indonesia, banyak ragam info bohong di masyarakat soal kesehatan. Mulai dari soal khasiat bawang putih, rebusan kacang panjang dan tomat, juga khasiat kelapa muda dicampur jeruk nipis dan madu yang dipercaya manjur sebagai obat Covid-19. ”Meski belum ada riset laborat yang membenarkan, tapi kabar itu telanjur beredar luas,” ujar Dr. Aim, sapaan karib Dr. Ahmad Ibrahim Badry.
Dr. Aim menambahkan, kalau satu-dua orang terbukti sembuh dan kabarnya beredar, dikhawatirkan membuat orang menjadi tidak percaya covid itu berbahaya, sehingga tidak patuh prokes, juga tidak mau pakai masker, enggan cuci tangan dan jaga jarak. ”Jelas, dampaknya akan serius kalau ditiru secara masif oleh masyarakat,” papar Dr. Aim, dalam webinar yang diikuti ratusan peserta seantero Banyumas dengan penuh antusias.
Anggityas dan Dr. Aim tidak tampil berdua membahas topik seru dalam diskusi daring tersebut. Tampil memandu acara moderator Dannys Septiana, juga key opinion leader Hilyani Hindranto, serta dua pembicara lain: Ahmad Sururi (dosen Universitas Serang Raya, anggota IAPA), dan Alfan Gunawan (konsultan senior Opal Communication).
Anggityas masih merisaukan belum cakapnya masyarakat dalam menyaring dan menyikapi secara cerdas segala bentuk infodemi, karena masih terus berkembang ragamnya seiring dinamika pandemi covid mutakhir.
”Masih saja muncul kabar bohong soal vaksin yang dikhawatirkan bukan hanya tidak efektif mencegah, tapi malah bikin penyebab kematian bila disuntikkan ke orang tertentu, baik karena kondisi penyakit atau usianya. Infodemi ini yang bikin paranoid masyarakat, menyebabkan program vaksinasi massal yang gratis juga mengalami penolakan di banyak tempat. Ini mengganggu penuntasan penanganan pandemi di masa di mana semakin dibutuhkan penyelesaian tuntas pandemi,” ujar Anggi.
Untuk mengantisipasi infodemi, Alfan Gunawan, pembahas dari Opal Communication, membagi tips. Pertama, mari kita yakini, tidak ada obat atau jamu yang manjur dan bersifat panacea: mengobati segala penyakit secara cepat. Semua butuh proses dan waktu. ”Kalau mudah, pasti sejak dulu problem pandemi sudah cepat teratasi, tidak complicated seperti sekarang. Jadi, jangan mudah percaya sebelum ada riset laborat yang meneguhkan info tersebut,” pesan Alfan.
Begitu pula dengan info akurat terkait Covid-19. ”Agar lebih tepat dan akurat, dapatkan infonya hanya dari pemberi informasi resmi, bisa Kemenkes atau khususnya Satgas Nasional Covid-19. Jangan lagi percaya segala bentuk info bohong di luar info resmi dari lembaga resmi,” pungkas Alfan.