Kamis, Desember 19, 2024

Turisme sepi? Genjot omzet gudeg, bakpia dan wedang uwuh dengan go digital

Must read

Sejak akhir Juni 2021, para pedagang baik toko maupun kaki lima di sepanjang Jalan Malioboro Yogyakarta, menyerah pada dampak pandemi. Mereka memasang bendera putih. ”Kami tak bisa bertahan lagi,” teriak mereka. Gubernur DIY dilematis. Tak segera memutuskan, boleh tidaknya turisme masuk Jogja. Walau akhirnya boleh, tapi dengan syarat prokes ketat.

”Jujur, buat pengusaha Jogja, keputusannya terlambat. Kita telanjur sekarat. Pariwisata itu multiplier effect-nya luas, dari turis ke kuliner. Batik, bakpia, hotel, restoran, ke mana-mana kena imbas. Omzet terjun bebas, bahkan banyak yang sudah tak berpenghasilan. Padahal, kita tahu, ini berlangsung se-tanah air di mana UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) menghidupi 97 juta pelaku dengan jutaan tenaga kerja dan separuh lebih PDB juga berasal dari UMKM se-Indonesia,” kata Misbahul Munir, pengusaha UMKM dan fasilitator UMKM desa dari Bantul, dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, 29 Juni lalu.

Daya resiliensi atau ketangguhan UMKM Indonesia memang sedang diuji pada era pandemi. Problem utama masih pada banyaknya UMKM yang dikelola konvensional, belum mendigitalkan pola marketingnya. Jadi, untuk mencapai target pemerintah menggenjot 30 juta UMKM go digital dari 64 – 67 juta, UMKM mesti melakukan kolaborasi dan kerja ekstra keras.

”Sebab, persaingan global telah membuat pengusaha batik di Pasar Klewer Solo dan Pasar Beringharjo Jogja harus berjuang makin keras, karena serbuan batik Cina yang murah kini tak terbendung lagi di era digital,” papar Dr. Andre Rahmanto, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo.

Misbahul dan Andre memetakan kondisi UMKM dalam webinar yang diikuti ratusan peserta lintas generasi dan profesi dengan topik ”Literasi Digital bagi Pelaku UMKM di Tengah Pandemi Covid-19”. Dipandu moderator Oony Wahyudi, webinar kali ini juga menghadirkan pembicara lain: Burhan Abe (digital enthusiast dan co-Founder startup Resep_Coffee.com), Mujiantok (founder Artsoft Technologi), dan Indira Wibowo, professional public speaker yang tampil sebagai key opinion leader.

Juru selamat UMKM yang bisa diharap, menurut Burhan Abe, adalah memaksimalkan penjualan dengan menggenjot potensi digital marketingnya. ”Karena pasar lokal sudah sangat minus dan banyak usaha sudah defisit. Kalau target pemerintah menggenjot 30 juta go digital dari 67 juta UMKM dan sampai 2021 baru tercapai 11,7 juta, itu artinya masih kurang dan mesti kerja keras lagi. Go digital, bisa dibilang, itu harga matinya UMKM kalau mau survive di era pandemi,” tegas Abe, yang mantan wartawan di Majalah Tempo dan Editor, juga Majalah SWA.

Tidak hanya terampil mengemas promo menarik dan membuat produk baru yang memenuhi tren pasar, kata Abe. Yang juga penting adalah membuat model bisnis dan proposal usaha yang lebih menarik. Ini penting, karena kalau proposal usaha menarik, bisa untuk fund rising investor. Kalau dapat modal dana segar tanpa utang bank, itu sekaligus darah segar yang dibutuhkan UMKM untuk berkembang.

”Sekarang lagi tren lo. Sedang banyak investor yang berminat kerja sama dengan UMKM yang siap berlari dengan go digital, dengan konsep bisnis matang dan mau terus belajar, khususnya digital marketing yang visioner. Itu kuncinya kalau UMKM mau survive dan maju di era gempuran pandemi dan persaingan global yang makin keras,” pesan Burhan Abe.

Misbahul Munir menambahkan, saat ini sebenarnya sudah semakin banyak pelaku UMKM di Yogyakarta yang memasarkan bahan wedang uwuh dalam kemasan menarik di Tokopedia dan beragam marketplace. Juga beragam baju batik fresh desain, gudeg dan brongkos yang sudah dibikin kalengan menyerupai sarden, sehingga awet untuk dikirim jarak jauh. Bukan cuma dari Jogja ke Makassar atau Papua, tapi bisa nyampai Amerika, Singapura dan Australia.

”Bakpia juga sudah melanglang buana ke mana-mana seantero Asia dan Timur Tengah. Mereka juga suka emping dan rempeyek. Ini memang sudah zamannya. Kalau ndak mau go digital, anane yo mung sambat (bisanya cuma mengeluh). Wong cuma modal handphone, pulsa data dan kreatif motret atau produksi video, lalu posting dan sabar membalas chat dari calon pembeli di WA. Mulai saja dari yang sederhana. Yang penting jangan wegahan, jangan malas,” ujar Misbahul, terus terang.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article