Ujaran kebencian (hate speech) bisa saja tidak berlaku apabila disampaikan pada forum informal dan saling mengenal, candaan yang sudah dikenal semua pihak, forum ilmiah berdasarkan hasil penelitian ilmiah, dan forum internal sebagai alat motivasi.
”Kesimpulannya, ujaran kebencian itu tergantung konteks waktu dan tempat ujaran itu disampaikan,” ujar pengamat sejarah dan budaya Yunadi Ramlan pada webinar bertajuk ”Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (9/8/2021).
Yunadi mengatakan, pencegahan ujaran kebencian bisa dimulai dari masing-masing individu. Secara internal individu bisa memulainya dengan cara selalu memperbaiki diri. Sedangkan secara eksternal, individu harus memperhatikan lingkungan sembari tak bosan selalu mengingatkan teman untuk tidak melakukan ujaran kebencian.
Berikut ini adalah 9 cara menghadapi ujaran kebencian usulan Yunadi Ramlan. Pertama, menyadari kesalahan, bertanggung jawab pada pernyataan sendiri, dan memohon maaf apabila ada salah. Kedua, menyebarkan pikiran positif, meluaskan pandangan tentang banyak hal, dan jangan menyebarkan nilai-nilai kebencian.
”Pikiran positif mengandung nilai-nilai positif seperti optimisme dan kerja keras, integritas dan kejujuran, toleransi dan perdamaian, solidaritas dan kebhinnekaan,” kata Yunadi di depan 500-an partisipan webinar.
Kemudian yang ketiga, tabayyun atau konfirmasi. Jika terjadi ujaran kebencian, maka sebaiknya lebih mendahulukan respon bukan reaksi, meneliti dan menyeleksi setiap berita atau informasi, dan tidak tergesa-gesa memutuskan. Keempat, respek atau menghormati orang lain.
”Contoh respek, misalnya kalau ada yang menyampaikan kesalahan sebaiknya tegur dan ingatkan. Tidak menggunakan kata-kata yang melecehkan dan jangan tertawa berlebihan,” ungkap Yunadi.
Yang kelima, hindari konfrontasi dan ciptakan kegiatan yang positif. Selain itu juga menghindari perdebatan yang berlebihan dengan cara mengontrol emosi dan sebaiknya meninggalkan forum atau lawan bicara bila memungkinkan.
Selanjutnya cara keenam, yakni track ID media sosial kemudian blokir. Dalam hal ini harus diingat bahwa media sosial itu komunikasi berbentuk tulisan, sehingga ada kecenderungan orang berlindung di balik nama anonim atau nama palsu. Cara ketujuh, lakukan screenshoot sebagai langkah pembuktian.
Kedelapan, pelajari etika dunia maya, dan kesembilan lakukan penegakan hukum, namun sebelumnya upayakan langkah mediasi. Upaya hukum merupakan langkah terakhir jika upaya lainnya tak mungkin lagi dilakukan.
Narasumber selanjutnya, Webb App developer consultant Eka Y. Saputra mencoba memitigasi risiko ujaran kebencian di dunia maya, dimulai dengan skala intensitas konflik atau kebencian. Urutannya ialah dimulai dari perbedaan pendapat, kritik keras (negative action), serangan karakter, demonisasi/dehumanisasi, kekerasan, dan yang paling jahat ialah pembunuhan.
Untuk skala mitigasi ujaran kebencian, yang bisa dilakukan meliputi jawab dengan ramah, hentikan diskusi, abaikan komentar, mute/bisukan komentar, blokir akun, dan laporkan. Mitigasi diperlukan sebagai langkah menghindari adanya konflik yang mengarah pada ujaran kebencian.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Vania Martadinata itu juga menghadirkan narasumber Akhsin Aedi (Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Banyumas), Siti Mutmainah (Kasi Tenaga Kependidikan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah), serta Vanda Rainy aktris dan presenter TV selaku key opinion leader.