Minggu, November 24, 2024

Monitoring anak di ruang digital tak cukup sekadar tahu

Must read

Penelitian Unicef menyebut lebih dari 40 persen orangtua menyatakan anak mereka tidak pernah melihat konten seksual di internet atau menerima pesan bersifat seksual, juga menerima pesan yang mengandung unsur kekerasan hingga bertemu dengan kenalan online-nya di kehidupan nyata.

Padahal, seringkali anak bersikap tak terbuka tentang apa yang mereka lakukan di dunia digital sehingga ketika ada kejadian buruk terkait interaksi di ruang digital orang tua baru merasa kaget.

“Pengawasan orangtua terhadap anak dalam penggunaan perangkat digital memang perlu lebih dari sekedar tahu dari luar,” ujar Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Semarang Mohamad Solichin saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (24/9/2021).

Dalam webinar yang diikuti 300 lebih peserta itu, Solichin menuturkan orangtua juga musti tahu aplikasi perangkat maupun media digital yang digunakan anak. Selain tahu, orangtua juga harus paham cara dan maksud penggunaan media digital tersebut. “Penggunaan perangkat digital harus memiliki jadwal. Di sini peran orangtua menerapkan jadwal penggunaan, kapan dan dimana bisa digunakan lalu dampingi mereka,” ujarnya.

Sebagai upaya untuk mencegah dampak negatif dari penggunaan media digital tersebut, Solichin menyarankan gunakan perangkat digital bersama saat dipinjamkan ke anak. Usahakan monitor aktivitas dunia maya anak dan mengunci situs-situs yang tidak layak dengan menggunakan web filtering.

Solichin menyebut dampak negatif penggunaan media digital bagi anak tak lain membuat mereka berpotensi tumbuh menjadi pribadi yang egois dan sulit bersosialisasi. “Anak kesulitan mengenali emosi dan perkembangan otak bisa tidak seimbang, perkembangan bahasa juga ikut tertunda,” ujar Solichin. 

Pentingnya orang tua mendampingi anak mengakses perangkat digitalnya demi mencegah mereka kecanduan. “Anak seringkali menahan lapar, haus dan keinginan buang air yang dapat mengganggu sistem pencernaannya. Aktivitas fisik anak akan sangat berkurang ketika kecanduan bermain media digital,” tuturnya.

Orang tua, lanjut Solichin perlu mengarahkan anak cerdas bermedia sosial. Khususnya dalam menerima informasi, belajar memverifikasi pesan dan membuat sesuatu yang positif yang bermanfaat untuk orang lain. “Ajarkan bahwa media sosial juga bisa membantu anak menyerap banyak pengetahuan sehingga terfokus pada pengembangan pribadi,” kata dia.

Narasumber lain webinar itu, penulis sekaligus Co-Founder Akademia Virtual Media, Muawwin menuturkan ketidakcakapan digital seorang pengguna seringkali membahayakan dirinya. “Misalnya, data pribadi seringkali justru dengan mudah diserahkan atas persetujuan pemiliknya,” kata Muawwin. Selebihnya, penggunaan internet sembarangan bisa membuat piranti digital yang dimiliki diakses pihak luar.

“Keamanan digital sangat penting, simpan data rahasia secara offline. Data seperti KTP seharusnya tidak dimunculkan secara online dan diakses publik dan upayakan simpan data secara offline,” kata dia.

Dosen Universitas Borneo M. Thoboroni  mengungkap dampak digitalisasi terhadap masyarakat teknologi digital telah merebut posisi manusia sebagai produsen budaya. “Terjadinya pergumulan, pertarungan antar budaya secara tradisional-modern, dan tidak semua orang mampu menyelami hidup yang begitu cepat berubah dalam transisi ini,” ujarnya.

Webinar yang dimoderatori Nadia Intan ini juga menghadirkan narasumber Ketua Yayasan Dalang Banyumas Bambang Barata Aji serta Michelle Wanda selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article