Banyak desa kini bertransformasi menjadi desa digital. Tak terbatas pada sektor administrasi pelayanan publik, transformasi digital juga menyentuh sektor pariwisata. Desa digital butuh kemampuan digital skill dan pemahaman literasi digital masyarakatnya.
Desa digital merupakan sebuah konsep program yang menerapkan sistem pelayanan pemerintah, masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa berbasis pemanfaatan teknologi informasi. Program ini bertujuan untuk mengembangkan potensi desa, pemasaran, dan percepatan akses serta pelayanan publik.
Peneliti Universitas Gadjah Mada Sabinus Bora Hangawuwali mengungkapkan pendapatnya terkait desa digital pada webinar literasi digital bertema ”Smart Digital Tourism untuk Kemajuan Pedesaan” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (13/8/2021).
Sabinus mengatakan, Indonesia masih perlu lagi memperluas jaringan internet untuk mendukung pariwisata desa. Jika itu terwujud, maka masyarakat desa bisa bersaing dengan desa lain yang sudah terlebih dahulu menikmati jaringan internet dalam promosi wisata.
Untuk menyongsong desa digital sehingga masuk dalam platform wisata ’Smart Tourism’, literasi dan kecakapan digital masyarakat pedesaan harus ditingkatkan. Peningkatan literasi pengguna digital di pedesaan akan membantu mereka, utamanya dalam mempromosikan destinasi wisata andalan mereka.
”Kaitan digital skill dengan pariwisata, ia menciptakan peluang yang ada di desa, mengingat saat ini salah satu sektor yang bisa diintegrasikan dengan dunia digital adalah sektor pariwisata,” jelas Sabinus.
Adapun Smart Tourism, menurut Sabinus, adalah pemanfaatan IT melalui sebuah platform wisata yang mengintegrasikan destinasi-destinasi wisata di Indonesia. Kehadiran platform Smart Tourism membantu memudahkan wisatawan mandiri yang ingin berlibur tanpa harus memikirkan lebih transportasi, akomodasi, tempat wisata hingga tempat makan yang populer di daerahnya dengan berdasarkan budget maksimal yang dikeluarkan.
Ada tiga tujuan Smart Toursm, kata Sabinus. Pertama, membuat data base terkait sumber daya pariwisata, didukung dengan perkembangan Internet of Things dan Cloud Computing yang berfokus pada peningkatan wisata melalui identifikasi dan pemantauan yang ada.
Kedua, memajukan daerah destinasi wisata dengan inovasi industri pariwisata untuk promosi pariwisata, peningkatan pelayanan wisata dan manajemen pariwisata. Ketiga, memperluas skala industri pariwisata dengan platform informasi real time, mengintegrasikan penyedia jasa pariwisata dan peran masyarakat lokal.
”Berdasarkan tujuan tersebut, peluang sebuah desa untuk meningkatkan pendapatan dan taraf ekenomi daerahnya makin besar di samping dampak ikutan berkurangnya pengangguran dan bertumbuhnya UMKM dan kuliner,” ungkap Sabinus.
Narasumber lainnya, Editor Tribunnews Daryono membahas persoalan wisata di era digital. Menurutnya, internet dan media sosial telah membuat terjadinya perubahan perilaku berwisata sebagian besar orang. Salah satu contoh sederhana adalah saat mengakses informasi wisata yang akan dituju.
Daryono mengatakan, sebelum mengunjungi lokasi tempat wisata, biasanya wisatawan akan mencari informasi tentang foto situasi, harga, ulasan, petunjuk lokasi, hingga kontak yang bisa dihubungi. Kemudian mereka juga akan mencari informasi mengenai akomodasi penginapan, tempat kuliner dan oleh-oleh. Semua itu, kini bisa dilakukan melalui gadget atau perangkat digital lainnya.
Era media sosial, lanjut Daryono, melahirkan kebiasaan baru yakni selfie.
Berwisata rasanya belum lengkap tanpa melakukan swafoto (selfie) di lokasi wisata yang dikunjungi. Begitu pula saat makan, yang dilakukan pertama kali bukan berdoa, tapi memfoto makanan dan meng-uploadnya ke media sosial. ”Kebiasaan selfie wisatawan ini bisa dimanfaatkan pengelola wisata sebagai promosi gratis,” tandas Daryono.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Fernand Tampubolon itu, juga menampilkan narasumber Novi Kurnia (dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM), Widadi Nur Widyoko (Kepala Desa Kemuning, Ketua PHDI Karanganyar), dan presenter Karina Basrewan selaku key opinion leader. (*)