Era digital yang ditandai semua kegiatan berbasis internet, membuka kesempatan yang tidak terbatas. Secara umum terdapat dua peluang yaitu menjadi pemenang atau menjadi korban atau mangsa.
“Menjadi sangat cerdas atau sangat bodoh (mangsa, juga), dan menjadi bijaksana atau kecanduan,” ujar Riant Nugroho, dosen dan pegiat literasi digital, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kota Yogyakarta, DIY, Selasa (6/9/2021).
Menurut dia, kehidupan era digital atau sering disebut dunia maya seluruhnya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada jaringan kabel maupun nirkabel, listrik dan gawai (perangkat, gadget). “Sepanjang ada ketiganya, maka kita terhubung ke seluruh dunia tanpa batas ruang dan waktu,” jelasnya.
Gawai pun masih terkategori lagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat bergerak atau mobile. Wujudnya berupa smartphone. Sedangkan yang tidak bergerak atau immobile berupa komputer.
Dia melanjutkan, era digital mengenal empat aturan dasar (umum), etiket, hukum dan etika (moralitas). Termasuk aturan dasar adalah literasi digital, aman dan nyaman berselancar. Sedangkan etiket meliputi santun, budaya bermedia digital. Tujuannya untuk melakukan dan memberikan kebaikan kepada semua warga digital (warganet).
”Kita tidak saja aman tetapi nyaman masuk dan berkreasi di ranah digital kalau kita mengerti sifatnya. Kita lebih dari aman dan nyaman, namun nikmat jika kita menguasai “aturan main” ranah digital. Kita bahkan lebih dari aman, nyaman, nikmat di ranah digital, melainkan berbahagia, jika kita dapat menyumbangkan kebaikan di dunia digital,” paparnya.
Narasumber lainnya, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi DIY, Masmin Afif, dalam kesempatan itu menyampaikan materinya mengenai madrasah digital atau biasa disebut dengan smart madrasah.
Dipandu moderator Harry Perdana, webinar bertema Metode Pembelajaran di Era Digital juga menghadirkan narasumber Septa Dinata (Researcher Paramadina Public Policy Institute), Rajab Ritonga (Guru Besar Ilmu Komunikasi London School of Public Relation/LSPR) dan Anunk Aqeela (Fashionpreneur) sebagai Key Opinion Leader.