Ingar bingar dunia digital tidak boleh dibiarkan melaju begitu saja tanpa ada kendali. Dibutuhkan tata nilai untuk mengaturnya. Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah pilihan yang sangat tepat.
Adapun lima nilai itu mencakup cinta kasih, kesetaraan, harmoni, demokratis dan gotong royong. Khusus nilai gotong royong memiliki makna semua warga digital harus ikut bersama-sama membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna.
”Nilai demokratis memberi kesempatan setiap orang bebas berekspresi dan berpendapat di ruang digital,” ujar Wahib Jamil, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kulonprogo, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Kulonprogo, DIY, Selasa (6/9/2021).
Menurut dia, setiap individu memiliki tanggung jawab, hak dan kewajiban dalam bermedia dengan dilandasi komitmen kebangsaan.
Dia berharap komitmen kebangsaan di ruang digital menjadi kecakapan yang mutlak. Indonesia sebagai negara multikultur memiliki banyak keragamanan mulai dari bahasa daerah, suku, adat istiadat. Keragaman tersebut menjadi menarik bila mampu dikemas di dalam ruang digital.
Narasumber lainnya pada webinar bertema ”Strategi Membangun Kecakapan Digital Bagi Pengajar” kali ini, Arief Gunadi selaku Kabag TU Kanwil Kemenag Provinsi DIY, menjelaskan ada banyak manfaat dari media digital.
Selain untuk ekspresi diri, komunikasi dan informasi, media yang berbasis teknologi informasi itu juga bermanfaat untuk pendidikan, bisnis dan politik.
“Nilai lebih media daring adalah cepat dan real time, daya jangkau tak terbatas, relatif murah, adil dan merata, semua jadi subyek dan kontennya sangat kaya,” ungkap Arief.
Namun demikian media daring juga memiliki nilai kurang, antara lain kurang disiplin, sentuhan personal kurang serta rawan ketidakjujuran dan konten negatif.
Dipandu moderator Amel Sannie, webinar juga menghadirkan narasumber Masmin Afif (Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi DIY), Nyarwi Ahmad (Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies/IPS), Nuzran Joher (Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI), dan Nanda Candra (Musisi) sebagai Key Opinion Leader.