Kamis, Desember 26, 2024

Membiasakan anak selalu waspada di ruang digital

Must read

Dalam ketidaktahuannya, banyak anak didik yang secara tidak sadar menyebarkan data-data pribadinya, bahkan juga data-data pribadi orang tuanya dalam kegiatannya sehari-hari. Misalnya seperti ketika main game dan diminta mengisi data-data pribadi, ternyata itu adalah phising.

“Nah, tugas kita sebagai orang tua sekaligus pendidik untuk menumbuhkan kesadaran tentang hal ini kepada anak-anak,” ujar Adhi Wibowo, praktisi pendidikan dan digital dari Yogyakarta saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).

Adhi mengatakan, berdasarkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP), data pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik.

“Pemahaman soal jejak digital perlu ditegaskan, jika jejak data yang kita buat dan kita tinggalkan ketika menggunakan perangkat digital,” urainya.

Jejak ini terbagi menjadi dua. Pertama jejak digital pasif jejak digital yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan kita. Biasanya digunakan untuk mencari tahu profil pelanggan, target iklan, dan sebagainya.

Kedua, jejak digital aktif yakni jejak digital aktif merupakan data yang sengaja netizen kirimkan di internet atau di platform digital, contohnya mengirim e-mail, publikasi di media sosial, atau mengisi formular daring.

“Peserta didik mesti memahami bagaimana mengamankan jejak digitalnya, agar cerdas, jangan sampai merugikan diri sendiri.” kata Adhi.

Untuk itu, dia berpesan lebih waspada atas jejak digital yang ditinggalkan pengguna. “Jangan mudah percaya, terutama pada hal-hal yang tidak masuk akal. Kuat, dalam hal keamanan dengan sebisa mungkin gunakan password yang kuat dan autentifikasi 2 faktor” katanya.

Selain itu, Adhi juga mendorong agar penguna bersikap bijak. “Bijaklah, jangan terpancing hal negatif, apalagi sampai ikut menyebarkan hoaks. Jangan takut dan malas bertanya kepada orang lain yang kompeten,” terangnya.

Narasumber lain webinar itu, Kholilul  Rohman Ahmad selaku Ketua  Asosiasi Pengasuh Pesantren Digital Indonesia mengatakan perkembangan teknologi ikut memicu keingintahuan masyarakat akan berbagai informasi.

“Salah satu sumber untuk mendapatkan informasi adalah melalui media sosial. Namun, banyak pengguna yang ‘terperosok’ di media sosial karena berita yang belum terverifikasi kebenarannya,” ujar Rohman.

Rohman menambahkan, pengguna perlu memperhatikan etika dalam bermedia sosial agar tidak tersandung masalah hukum karena hanya ikut-ikutan menyebarkan informasi.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber Ziaulhaq Usri (guru Global Islamic School 3 Yogyakarta), Zain Handoko (pengajar pesantren Aswaja Nusantara), serta dimoderatori Zacky Ahmad juga Sheila Siregar selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article