Literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai format dari beragam sumber yang disajikan melalui komputer yang tehubung dengan jaringan internet secara digital.
Praktisi Pendidikan, Imam Wicaksono mengatakan cakap berliterasi digital ini penting karena untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menumbuhkan rasa keingintahuan akan ilmu pengetahuan.
“Kemudian juga untuk membentuk pribadi yang kreatif, inovasi dan senantiasa berpikir kritis,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema “Pendidikan Online: Era Baru Merdeka Belajar” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Kamis (7/10/2021).
Imam mengungkapkan dunia maya juga memiliki bahaya terselubung, yakni kekerasan siber, seperti radikalisme, terorisme, menyakiti diri, penculikan, dan bunuh diri. Kemudian juga adiksi siber, yakni kecanduan gawai karena terpapar sosial media, game online, dan perjudian online.
“Bahaya lainnya berupa perundungan siber ataupun hoaks, ujaran kebencian, tindakan memata-matai, penipuan online,” ujar Imam kepada 850-an peserta webinar.
Menurut Imam, hoaks atau berita bohong yaitu informasi palsu atau fakta yang direkayasa, kemudian sengaja disamarkan layaknya sebuah kebenaran. “Saluran hoaks bisa di media sosial, aplikasi chatting dan situs web,” kata dia.
Imam mengatakan hoaks diproduksi karena berbagai hal, seperti menjadi sebuah lahan bisnis dan pekerjaan. Lalu, hoaks diproduksi untuk mengadu domba menimbulkan kecemasan dan menguasai perilaku. “Alasan lain, hoaks untuk kepentingan menjatuhkan lawan politik, mempengaruhi dan mengontrol massa,” tuturnya.
Menurut Imam, cara mendeteksi hoaks bisa dilakukan dengan melihat ciri-cirinya. Ciri tersebut di antaranya judul sensasional dan bombastis, dipakai untuk mencuri pehatian dan meninggalkan kesan kepada pembaca.
“Waspadai akun dan website yang diindikasi menyebarkan hoaks, biasanya akun-akun palsu dan website palsu yang digunakan. Kemudian juga perhatikan keberimbangan berita dan sumber berita, semakin banyak fakta dimuat semakin kredibel informasi tersebut,” tuturnya.
Imam mengatakan ketika menghadapi konten hoaks, pengguna digital harus bisa tetap tenang dan bijak. Reaksi yang berlebihan dalam menanggapi berita membuat tidak objektif dalam bersikap. Kemudian membaca tuntas konten yang diterima, merenungkan manfaat menyebarkan yang belum jelas bagi khalayak ramai.
Menurutnya, dalam penggunaan digital, tertama bagi anak-anak, pada akhirnya peran orangtua yang utama. Menjaga anak dari paparan buruk dunia maya bukan hal yang sederhana, perlu keteladanan pengorbanan hingga sikap positif dan bijaksana yang konsisten.
Narasumber lainnya, Praktisi Pendidikan, Anggraini Hermana mengatakan medeka belajar merupakan reformasi bentuk pembelajaran dimana tenaga pendidik dan peserta didik mendapatkan hak kebebasan mengajar dan belajar.
Bentuk pembelajaran ini mengacu pada active learning dimana dalam proses belajar guru bertindak sebagai fasilitator dan bukanlah satu-satunya sumber belaajar.
“Maka siswa memiliki otoritas merdeka belajar, yang meliputi cara maupun tempat belajarnya sesuai dengan minat dan bakat masing-masing,” katanya.
Ia mengatakan merdeka belajar merupakan solusi yang tepat untuk mewujudkan proses spendidikan yang otonom dan fleksibel dengan tujuan terciptanya kultur pendidikan yang inovatif, tepat sasaran, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Dipandu moderator Oka Fahreza, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Darma Tyas Utomo (Advokat), Nyoman Diah Utari Dewi (Dosen MAP Universitas Ngurah Rai), dan Founder mediccation.id 2nd Runner Up Miss Grand International 2018, Stephanie Cecillia, selaku key opinion leader.