Minggu, November 24, 2024

Desa digital, sarana agar sambal terasi tak kalah gengsi dengan McD

Must read

Akhir tahun 2022, Pemerintahan Jokowi menargetkan seluruh desa di Indonesia sudah bisa terkoneksi dengan akses internet. Jelas, hal itu akan membuka peluang dan tantangan. Salah satunya, memudahkan terwujudnya Desa Digital yang mengintegrasikan banyak data aset dan layanan desa secara digital agar lebih mudah diakses publik. 

”Namun, yang tidak kalah penting, juga peluang bisnis di desa agar bisa berkembang secara global,” ujar Cokorda Dyan Laksmi, dosen Universitas Negeri Semarang.

Hal tersebut dipaparkan Dyan saat tampil sebagai narasumber dalam webinar yang digelar Kementerian Kominfo dengan Debindo untuk masyarakat Kabupaten Banyumas. Diikuti 140 peserta, webinar berlangsung semarak karena diikuti oleh adik-adik pelajar, guru, pegawai di instansi pemerintah dan lintas profesi lainnya. 

Mengapa kehadiran Desa Digital penting? 

”Data di Desa Digital juga memudahkan informasi tentang jumlah lahan pertanian, kaum marginal, juga info anak difabel dan bayi stunting (kurang gizi) yang secara digital infonya bisa diakses secara nasional dan cepat. Sehingga, problem-problem tersebut bisa dikolaborasi lintas instansi untuk segera diatasi. Dengan demikian, akses digital hingga pedesaan sangatlah urgen di masa depan,” lanjut Dyan.

Dalam webinar bertopik ”Desa Digital untuk Mengoptimalkan Pemberdayaan Masyarakat” itu tampil juga kolega Cokorda Dyan dari UNES, Ali Formen Yudha, lalu Tobhoroni dari Universitas Borneo, dan Aidil Wicaksono konsultan dari Kaizen Room. Acara bertambah semarak dengan hadirnya key opinion leader Fahri Azmi plus presenter TV nasional Nadia Intan selaku moderator.

Dyan menambahkan, di kalangan tenaga muda terdidik, akses digital di desa bisa melahirkan beragam usaha modern. Di antaranya konten budaya seperti gamelan dan tari digital, juga tenaga web develop yang membantu memasarkan beragam produk desa untuk dikenalkan ke dunia luar. Bukan hanya kota, tapi juga dunia,” ungkap Dyan.

Amatan elaboratif Thoboroni malah lebih menantang. Kata dia, dengan YouTube dan cukup pulsa, pemuda desa bisa mencari informasi bagaimana cara beternak ayam kalkun, kelinci, hingga beragam buah dan sayur. Cara bertanam dan cara pemupukan, juga peternakan mengajarkan detail kawin silang kalkun, bagaimana agar warna kelinci dan standar kualitasnya disukai pasar luas dan sesuai tren terbaru. ”Itu semua akan lebih mudah dipasarkan kalau foto dan video produk peternakan dan pertanian tersaji di beragam platform toko digital,” ujar Thoboroni.

Sementara, buat ibu-ibu yang jago memasak, perlu didampingi juga bagaimana memasak sayur lodeh dan sambal terasi agar bisa juga dipesan dan dikirim cepat ke kota. Atau, dikirim dengan cara frozen lodeh dan sambal terasi agar bisa dicicipi pasar dunia dan bersaing dengan McD. ”Bukan mustahil, lodeh dan sambel terasi dari desa di Banyumas bakal mendunia asalkan dikemas dan dipasarkan ciamik dengan fasilitas digital,” ujar Thoboroni, semangat.

Masih membahas pentingnya data Desa Digital, Ali Formen juga merasa pentingnya dokumentasi endemic dan beragam hewan serta tanaman desa yang eksklusif buat dilestarikan dan dikembangkan, kalau pasarnya bagus secara global.

”Banyak ikan dan tanaman yang, saat saya kecil di Kebumen, sangat disukai. Rasanya gurih dan banyak terdapat di alam terbuka. Juga, banyak tanaman berkhasiat yang penting untuk obat. Kalau dokumentasi digitalnya bisa dikembangkan, maka banyak langkah penyelamatan dan pengembangan produksi bisa dilakukan,” ujar Ali.

Dengan beragam aplikasi, serta dimungkinkan di masa pandemi, rapat karangtaruna dan rapat perangkat desa kini bisa digelar dengan zoom meeting. Ini penting untuk menjaga protokol kesehatan di level desa. Produktivitas belajar, bekerja, dan belanja dari desa juga bisa tidak lagi kenal batasan waktu. Sebab, produk pertanian bisa dipesan dan dikirim dari desa kapan saja.

”Ini jelas akan semakin memberi peluang usaha bagi banyak warga, di samping kesempatan kerja bagi banyak pemuda desa serta mengurangi urbanisasi ke kota,” catat Aidil Wicaksono dari Kaizen Room.

Realitas di atas tentu bukan impian. Fahri Azmi mengaku sudah merintisnya setahun ini lewat bisnis kacang mete Sulawesi dengan aplikasi digital. Setiap saat ia bisa memantau pesanan produksi, pengemasan mete yang disukai di Singapura dan Jakarta. ”Saya sudah menjalankan bisnis ini. Mestinya, teman-teman di desa bisa juga mengeksekusi. Pasarkan produk lain yang tidak kalah menarik ke pasar dunia. Dari desa untuk pasar dunia, itu akan menjadi bisnis yang mudah saja,” ujar Fahri, mantap.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article